Waspadai Stroke akibat Kebiasaan Mendengkur

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia. Di Indonesia, menurut data tahun 2013, sebanyak 12,1 orang dari 1000 penduduk mengalami stroke. Penyebab stroke bukan hanya penyakit kronis seperti hipertensi atau diabetes, tapi juga kebiasaan mendengkur.

Bukti tentang mendengkur dan henti nafas saat tidur (sleep apnea) sebagai faktor risiko terjadinya stroke semakin menggunung.

Penelitian Sleep Heart Health Study di tahun 2010 menunjukkan, semakin parah dengkuran seseorang, semakin tinggi ia berisiko mengalami stroke iskemik.

Derajat keparahan yang ditunjukkan oleh indeks henti nafas tidur (AHI) dapat diukur. Apabila dengkuran mencapai lebih dari 19 kali perjam, maka risiko terserang stroke dapat meningkat hingga 3 kali lipat (terjadi pada kelompok usia paruh baya ke atas).

Bacaan Lainnya

Sementara penelitian lain di Australia yang diterbitkan pada the Journal of Clinical Sleep Medicine di tahun 2014 menunjukkan bahwa penderita sleep apnea pada level sedang-parah (AHI>15/jam) memiliki risiko stroke 3,7 kali lipat.

Henti Napas

Sleep apnea atau henti nafas saat tidur, terutama ditandai dengan tidur yang mendengkur. Tampak sepele, tapi pasangan dari penderita sleep apnea tahu persis bagaimana mengerikannya pendengkur tidur. Bukan karena kerasnya suara dengkuran, tetapi episode henti nafas dan tersedak seperti tercekiklah yang menjadikan gejala ini menjadi terasa mengkhawatirkan.

Aturan pertama bagi pendengkur adalah percaya apa yang dikatakan pasangan tentang dengkuran, karena pendengkur tak tahu dirinya mendengkur saat tidur. Pasanganlah yang paling tahu tidur Anda.

Episode henti nafas inilah yang selanjutnya berakibat pada proses tidur yang terganggu. Karena sesak berulang, tanpa disadari, otak jadi terbangun berulang kali. Akibatnya, pendengkur bangun kurang segar di pagi hari, dan jadi mudah mengantuk sepanjang hari hingga menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Tidur ngorok berakibat luas pada kesehatan. Sleep apnea dapat menyebabkan hipertensi, gangguan jantung, stroke, diabetes dan impotensi. Hubungan antara stroke dan sleep apnea belum bisa dipastikan.

Semua perubahan pada hemodinamis, sistem saraf, pembuluh darah dan proses inflamasi akibat henti nafas saat tidur diduga berakibat langsung pada terjadinya stroke.

Penelitian Terbaru

Dalam jurnal kedokteran tidur SLEEP terbitan 2016 menjelaskan bahwa pada kelompok usia lanjut, penurunan kadar oksigen jauh lebih penting dinilai dibanding derajat keparahan ngorok (AHI) untuk memprediksikan risiko stroke. (mb/kompas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *