Terpidana Ikut Pilkada Dinilai Cacat Moral dan Hukum

Print

Metrobatam, Jakarta – Rapat konsultasi antara Komisi II DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu), dan Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan bahwa terpidana percobaan diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2017.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mempertanyakan wacana tersebut. Menurut Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas, keputusan tersebut perlu ditinjau kembali dengan cara menggelar rapat dengar pendapat (RDP) ulang.

“Pasal 10 KUHPidana menegaskan, jenis pidana pokok (hoofd staffen) adalah (a) pidana mati, (b) pidana penjara, (c) pidana kurungan, dan (d) hukuman denda. Sedangkan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU 10/2016 yang mengatur syarat calon kepala daerah (cakada) berbunyi, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana. Dengan demikian, meskipun terdakwa tidak menjalani hukuman penjara, secara hukum terdakwa telah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan,” ujarnya, Selasa (13/9).

Oleh karena itu, kata Robikin, secara kategoris hukuman percobaan termasuk rezim hukuman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 KUHPidana, maka keputusan RDP DPR dengan Pemerintah dan KPU tersebut bertentangan dengan hukum.

Bacaan Lainnya

Selain itu, keputusan RDP tersebut juga dapat melukai rasa keadilan masyarakat guna mendapatkan pemimpin daerah yang berintegritas.

Senada dengan Robikin, Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia juga mempertanyakan keputusan tersebut. Aminudin Ma’ruf mengaku tidak habis pikir apa dasar memperbolehkan terpidana boleh maju dalam pilkada.

“Bagaimanapun juga kepala daerah itu merupakan pejabat publik yang secara admnistratif mengatur wilayah dan membangun kepercayaan investasi di daerah masing-masing. Bagaimana jadinya jika kepala daerah adalah orang yang cacat secara moral dan melawan hukum. Keberhasilan kepemimpinan itu selain faktor yang paling utama adalah kepercayaan dan kepala daerah yang sudah menjadi terpidana tidak memenuhi unsur itu,” pungkasnya. (mb/okezone)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *