Jonan Teken Aturan Baru, Swasta Bisa Jadi ‘PLN Mini’ di Daerah Terpencil

Metrobatam, Jakarta – Sampai hari ini, masih ada sekitar 2.500 desa di seluruh Indonesia yang belum menikmati listrik, semuanya berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Untuk menerangi 2.500 desa terpencil, terluar, dan terisolasi itu, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, tidak mau hanya mengandalkan PT PLN (Persero) saja.

Swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi juga didorong untuk ikut melistriki 2.500 desa di wilayah terpencil. Maka Jonan membuat Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang mengizinkan swasta untuk membangun pembangkit, jaringan, dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil.

Selama ini, hanya PLN yang bisa menjual listrik ke masyarakat. Dengan adanya aturan baru ini, PLN tak lagi memonopoli, swasta juga bisa menjadi ‘PLN mini’ di daerah-daerah terpencil yang tak terjangkau PLN.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul, mengungkapkan bahwa Permen ESDM tersebut sudah ditandatangani. Sekarang sedang diproses di Kementerian Hukum dan HAM.

Bacaan Lainnya

“Pemerintah mendorong swasta, BUMD untuk berbisnis listrik dalam skala kecil, maksimum 50 MW, investor bisa berlaku seperti ‘PLN mini’. Jadi pembangkitnya dibangun sendiri, disalurkan sendiri, dijual sendiri ke masyarakat. Permen-nya sudah ditandatangani Pak Menteri, sekarang tinggal diproses di Kemenkum HAM. Melalui Permen ini diharapkan seluruh desa bisa berlistrik,” kata Alihuddin dalam Seminar Akselerasi Indonesia Terang 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (29/11).

Ia mengatakan, ada insentif-insentif yang disiapkan agar swasta tertarik menjadi PLN mini di daerah-daerah remote. “Dalam rangka melistriki 2.500 desa, partisipasi BUMD, swasta, dan koperasi akan didorong dengan penyediaan insentif,” ucapnya.

Untuk melistriki daerah-daerah terpencil ini sampai 24 jam, diharapkan swasta mau membangun pembangkit listrik hybrid, yaitu kombinasi antara energi terbarukan dengan energi fosil. Misalnya kombinasi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

Pembangkit listrik hybrid akan disesuaikan dengan potensi energi di masing-masing daerah. Misalkan untuk daerah yang sinar mataharinya cukup, bisa memakai PLTS, atau yang anginnya kuat bisa memakai pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Pada siang hari, listrik yang digunakan dari PLTS. Kemudian saat malam sudah tidak ada sinar matahari, gantian PLTD yang dinyalakan untuk memasok listrik. Dengan begitu daerah terpencil bisa mendapat listrik 24 jam, tapi biaya pokok produksi (BPP) listrik juga bisa tetap efisien.

“Khusus untuk melistriki 2.500 desa, pemanfaatan energi setempat dengan skema hybrid akan diutamakan,” tutupnya.(mb/detik)

Pos terkait