Jokowi Diminta Batalkan PP 60 Dikarnakan Ada Lima Kecacatan

Metrobatam.com Jakarta – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menarik kembali ‘kado pahit’ yang diberikannya di awal tahun ini.

Kado pahit tersebut berupa kenaikan tarif penerbitan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) per 6 Januari 2017.

Yenny Sucipto, Sekretaris Jenderal Fitra menekankan, Jokowi perlu bertanggung jawab dengan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

“Kami menuntut Jokowi untuk membatalkan PP 60 karena cacat secara administrasi dan tak ada uji publik yang dilakukan sebelumnya,” seru Yenny di kantornya, Kamis (5/1).

Bacaan Lainnya

Sejumlah kecacatan tersebut, lanjut Yenny, terdiri dari lima hal. Pertama, PP tersebut dicurigai tidak disiapkan pemerintah secara subtansial di internal pemerintahan.

Pasalnya, setelah mendapat reaksi keluhan dan gelombang penolakan dari berbagai pihak, Jokowi dan jajaran pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) justru saling lempar tanggung jawab.

“Ini pembuktian bahwa internalisasi yang tidak baik di dalam pemerintahan. Padahal ini bicara koordinasi dalam melahirkan produk kebijakan yang berpengaruh pada rakyat,” imbuh Yenny.

Kedua, pemerintah terlalu mengedepankan ego sektoral untuk mengejar peningkatan penerimaan negara, dalam hal ini dari PNBP. Sebab, Fitra menilai masih banyak potensi PNBM lainnya yang justru diabaikan pemerintah.

Ketiga, dari sisi administrasi, tak ada kejelasan informasi dokumen asli yang seharusnya bisa dikonsultasikan kepada sejumlah pihak dan dilakukan uji publik sebelum efektif diterapkan kepada masyarakat.

Keempat, pemerintah tak benar-benar mengkaji minimnya penerimaan PNBP seperti yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pasalnya, berdasarkan catatan BPK ada kekurangan penerimaan PNBP dari sejumlah provinsi sebesar Rp270 miliar.

“Ada kekurangan penerimaan negara dari hasil audit BPK tapi kemudian ini diabaikan oleh pemerintah. Seharusnya dicek dulu aliran tersebut, bukan asal membuat kebijakan baru untuk menutup lubang,” tekan Yenny.

Kelima, besaran kenaikan tarif dinilai tak sesuai dengan apa yang diklaim oleh pemerintah, yakni sebesar laju inflasi. Nyatanya, kenaikan tarif hampir tiga kali lipat.

Oleh karenanya, Fitra meminta pemerintah untuk segera membatalkan PP 60 yang terlanjut diteken oleh Jokowi.

Sementara itu, Riesqi Rahmadiansyah, Advokat Prorakyat menekankan, Presiden Jokowi punya dua jalan, yakni membatalkan PP atau masyarakat yang akan membatalkan dengan mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau Presiden yang batalkan setidaknya Presiden tak menanggung malu tapi kalau masyarakat yang mengajukan justru Presiden yang malu,” ujar Riesqi di kantor Fitra pada kesempatan yang sama.

Adapun dasar gugatan yang dapat dilayangkan masyarakat kepada MK, dapat menyasar dua hal, yakni tak transparannya penyusunan PP dan besaran kenaikan tarif yang tak sesuai.

Untuk besaran tarif kenaikan yang tak sesuai, menurutnya, kenaikan sesuai laju inflasi sama sekali tak tercermin dalam kenaikan yang diimplementasikan oleh pemerintah. (MB/CNN)

 

 

Pos terkait