Pasca Trump Jadi Presiden AS, Sri Mulyani Hati-hati Sikapi Kondisi Global

Metrobatam, Jakarta – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berhati-hati menyikapi kondisi perekonomian global. Terutama ketika terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang memperberat masa ketidakpastian ekonomi global.

Menurut Sri Mulyani, perekonomian ke depan menunggu Trump merealisasikan kebijakan yang sempat diwacanakan saat kampanye. Diantaranya adalah tentang kebijakan fiskal yaitu pemangkasan tarif pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS.

Dengan penerimaan yang akan berkurang maka konsekuensinya, pemerintah AS membutuhkan tambahan pembiayaan, melalui penerbitan surat utang untuk menutupi belanja yang akan digerakkan agresif. Hal ini nantinya akan berimbas pada kebijakan moneter.

Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) dimungkinkan bisa menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.

Bacaan Lainnya

Wacana lainnya muncul adalah tentang perdagangan AS yang akan lebih proteksionis. AS adalah pasar besar dari banyak negara, termasuk China dan Indonesia. Di mungkinkan ada perubahan pada sisi perdagangan Internasional cukup signifikan bila itu dilaksanakan.

Seluruh wacana itu menjadi sentimen negatif bagi investor. Makanya muncul gejolak pada pasar keuangan. Indonesia juga terkena imbasnya, dengan rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang memburuk. Meskipun tidak berlangsung lama. Sri Mulyani menegaskan perlu waktu untuk merespons kondisi terkini.

“Bagi pengambil kebijakan, sentimen adalah satu hal tapi tidak mungkin kita mengambil kebijakan berdasarkan kondisi market setiap hari. Harus ada yang dipikirkan soal fundamental. Itu yang saya lakukan di Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam acara Peluncuran Laporan Terbaru Ekonomi Indonesia di Pakarti Centre Building, Jakarta, Selasa (17/1).

Investor memang sangat menantikan kebijakan pemerintah bagi setiap negara. Untuk Indonesia, Sri Mulyani menyatakan bahwa penguatan fundamental menjadi fokus utama pemerintah. Ada sisi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dan ada bagian peluang yang bisa dioptimalkan.

“Apapun yang terjadi di global akan mempengaruhi kita. Makanya kita harus bisa memastikan. Karena Indonesia adalah pasar yang besar, adalah ekonomi besar, populasi besar. Kita harus bisa memastikan kondisi fundamental yang kuat,” paparnya.

Fundamental diukur dari sisi pertumbuhan ekonomi yang di atas 5%. Pada 2016 diproyeksikan ekonomi tumbuh 5,1%, begitu juga dengan periode 2017. Inflasi, realisasi 2016 adalah 3,02% dan 2017 pada level 4%. Selanjutnya defisit transaksi berjalan pada kisaran 2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dorongan utama terhadap pertumbuhan ekonomi adalah dari sisi investasi. Langkah pemerintah salah satunya adalah dari sisi kemudahan berusaha. Sebanyak 14 paket kebijakan ekonomi sudah diluncurkan untuk mewujudkan hal tersebut. Sri Mulyani pun berterima kasih kepada Bank Dunai yang sudah menaikkan peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business.

“Saya senang Bank Dunia menghargai apa yang dilakukan oleh Indonesia untuk kemudahan berusaha. Karena memang pemeringkatan yang itu sangat sensitif bagi banyak negara sebab berpengaruh langsung ke pelaku bisnis,” jelas Sri Mulyani.

Pemerintah juga akan menciptakan kondisi fiskal yang lebih kredibel. Pada 2016, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berhasil dijaga pada 2,46%. Hal ini akan dilanjutkan terus ke depannya agar fundamental ekonomi lebih kuat.

“Kita akan memastikan kondisi fiskal yang lebih kredibel,” tegasnya. (mb/detik)

Pos terkait