Dampak Trans Papua: Sekarang Warga Sudah Bisa Bangun Rumah

Metrobatam, Jakarta – Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional 17 Papua Barat Ditjen Bina Marga Yohanis Tulak mengatakan, perekonomian masyarakat Papua sedikit demi sedikit sudah mulai meningkat.

Tulak menyebutkan, salah satu faktor penyebabnya adalah telah tersambungnya Jalan Trans Papua khususnya di Papua Barat yang memiliki panjang 1.070 km dari total 4.330,07 km.

“Saya kira yang pertama menghubungkan satu daerah yang terisolir dengan kota, contoh kasusnya dulu di Kabupaten Maybrat belum ada jalan, dengan ada jalan berarti orang kampung situ bisa ke kota dengan menggunakan jalan Trans Papua,” kata Tulak saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (27/2).

Jalan Trans Papua di Provinsi Papua Barat untuk segmen I dengan ruas Sorong-Kambuaya-Manokwari sepanjang 594,81 km sudah tersambung 100%. Sedangkan segmen II dari Manokwari-Wasior-Batas Provinsi Papua dengan panjang 475,81 km masih ada 12 km lahan hutan yang belum dibebaskan.

Bacaan Lainnya

Meski belum 100% tersambung, namun Tulak memastikan, perekonomian masyarakat yang dilalui Jalan Trans Papua sudah meningkat. Buktinya, kata dia, banyak masyarakat yang membangun rumah semi permanen.

Salah satu faktor masyarakat Papua yang mampu membangun rumah semi permanen juga karena biaya angkut yang jauh lebih berkurang dibandingkan dengan belum tersambungnya jalan Trans Papua.

Perputaran ekonomi masyarakat Papua, kata Tulak, karena adanya pilihan transportasi. Mulai dari pesawat, kapal, dan juga kendaraan mobil. Selain lebih murah, jalan daratpun dapat dilakukan beberapa kali dalam satu hari.

“Tentunya dengan biaya angkut yang lebih murah sekarang mereka sudah mulai membangun semi permanen, kalau dulu kan rumah kayu, sekarang sudah lihat dengan adanya jalan sudah ada rumah semi permanen, pakai asbes, semen, jadi material langsung,” tambahnya.

Dia melanjutkan, sebelum tersambungnya Jalan Trans Papua, banyak masyarakat yang harus merogoh biaya lebih besar untuk menggunakan pesawat dan kapak jika ingin ke kota. Bahkan, pesawat dan kapal juga pengoperasiannya terkadang ditentukan oleh faktor cuaca.

“Naik pesawat itu memang cepat, tapi ongkosnya lebih mahal dan tergantung cuaca, jadi tidak setiap hari beroperasi,” tukasnya. (mb/detik)

Pos terkait