Menperin Klaim 52 Ribu Lulusan SMK akan Terserap Industri

Metrobatam, Jakarta – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengklaim, sebanyak 52.200 lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) siap diserap oleh sektor industri bersamaan dengan peluncuran program link and match tahap satu antara SMK dan industri yang akan dirilis pada 28 Februari mendatang di Jawa Timur.

Menurut perhitungannya, dalam program link and match perdana tersebut, Kementerian Perindustrian akan menggandeng sebanyak 261 SMK dan 50 perusahaan yang bergerak di sektor industri dan tengah membutuhkan pasokan tenaga kerja.

“Dengan asumsi setiap SMK akan melibatkan 200 siswa maka jumlah siswa yang siap diserap oleh industri sebanyak 52.200 siswa,” ujar Airlangga dalam keterangan tertulis, Minggu (19/2).

Kemudian, bersamaan dengan program tersebut, Mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu juga akan menggelar program Pendidikan Kilat (Diklat) 3 in 1 berupa pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja yang diperkirakan mampu menyerap 4.500 peserta di Jawa Timur.

Bacaan Lainnya

Airlangga meyakini, saat telah berjalan dengan sempurna, program link and match akan mampu menyiapkan sekitar 75 ribu tenaga terampil per tahun. Sementara itu, untuk dua provinsi lainnya, yakni Jawa Barat dan Jawa Tengah diprediksi mampu mencetak 175 ribu tenaga terampil.

Bahkan, Airlangga optimis, program link and match mampu mencetak sekitar 600 ribu tenaga terampil yang sesuai dengan kompetensi kebutuhan tenaga kerja industri hingga 2019 mendatang.

Sebelumnya, Airlangga telah merilis Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengambangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri.

Regulasi yang berlaku sejak 27 Januari lalu, resmi menjadi titik baru kerja sama antara pemerintah, industri, dan SMK untuk mencetak tenaga terampil sesuai dengan kompetensi dan kurikulum Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dibutuhkan industri dan bersaing dengan negara lain.

“Langkah ini merupakan bagian dari program nasional yang diharapkan secara masif dapat merevitalissi kondisi SMK yang ada saat ini,” imbuh Airlangga.

Airlangga berharap, dengan payung hukum tersebut, pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri dapat terdongkrak. Adapun saat ini, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tenaga kerja sektor industri sebanyak 15,97 juta yang dominan berada di Jawa Barat sekitar 3,89 juta (24,93 persen), Jawa Tengah 3,21 juta (20,16 persen), dan Jawa Timur 2,94 juta (18,46 persen).

“Sasaran utama pembangunan industri nasional antara lain pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,5 persen dan peningkatan jumlah tenaga kerja sektor industri menjadi 16,3 juta orang,” katanya.

Standar Negara Maju
Selain menggenjot pencetakan lulusan SMK yang sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri, Airlangga juga memastikan akan meningkatkan kualitas tenaga terampil di Indonesia agar setara dengan tenaga kerja industri di negara-negara maju.

Ia menyebutkan, pemerintah tengah mengkaji pematangan standar kualitas tenaga terampil, misalnya dari pemberlakuan kewajiban pelatihan kerja atau magang yang diterapkan beberapa negara maju.

“Di Austria, Swiss, dan Jerman, sebagai negara yang industrinya cukup maju, mereka menerapkan waktu belajar di SMK selama empat tahun dan usia 16 tahun sudah magang,” jelas Airlangga.

Bahkan, lanjut Airlangga, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di beberapa negara tersebut bersedia untuk ikut ambil bagian dalam menggagas standar dan kurikulum bagi pencetakan tenaga terampil. Selain itu, pendekatan teknologi menjadi salah satu hal yang paling ditekankan oleh industri negara-negara maju.

“Kami ingin mereka diperkenalkan industri 4.0 sehingga ke depannya, pekerja kita tidak gagap teknologi sehingga mereka punya daya saing lebih,” tutup Airlangga.(mb/cnn indonesia)

Pos terkait