Ditjen Pajak Usul Penghasilan Tidak Kena Pajak Sesuai UMP

Metrobatam, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengusulkan untuk mengubah batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini sebesar Rp4,8 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun menjadi setara dengan batas Upah Minimum Provinsi (UMP).

Dengan demikian, batas PTKP tidak dipukul rata antara daerah satu dengan daerah lain. Direktur Jenderal Pajak DJP Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi menyebut, batas PTKP yang dipukul rata saat ini tidak sejalan dengan realisasi di lapangan, dimana setiap daerah memiliki batas UMP-nya masing-masing.

Walhasil, ada beberapa daerah yang upah pekerjanya di bawah PTKP dan tak bisa ditarik pajak oleh pemerintah. “Saya usul sesuai dengan UMP. Dengan PTKP Rp54 juta per tahun, biar Anda tahu, itu Kantor Wilayah (Kanwil) Yogyakarta, penerimaannya jatuh karena banyak yang di bawah PTKP,” ujar Ken saat Forum Bincang Pajak di Balai Kartini, Rabu (19/7).

Saat ini, rencana perubahan PTKP masih dalam kajian. Selain harus merumuskan dengan matang dari sisi formulasi tarif, DJP juga perlu menyinkronkan rencana ini dengan dasar pungutan pajak yang telah tertuang dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Bacaan Lainnya

“Peraturan PTKP bisa disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah karena kalau PTKP dibuat semua bracket-nya, semakin kecil. Tapi nanti tunggu (pembahasan) UU KUP, UU PPh, UU PPN,” imbuh Ken.

Adapun, untuk pembahasan UU KUP saat ini masih tertunda di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebab, di saat yang bersamaan, pemerintah dan DPR masih konsentrasi dengan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2017.

Selain itu, pemerintah dan DPR juga masih konsentrasi dengan pembahasan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Pemeriksaan Perpajakan.

Namun, Ken menerangkan, perubahan batas PTKP menjadi salah satu langkah penting yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengejar target penerimaan negara dari pajak sekaligus meningkatkan tingkat kepatuhan membayar pajak (tax ratio) dari masyarakat.

Pasalnya, sampai tahun lalu, tax ratio dari wajib pajak Indonesia baru 10,3 persen. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ingin agar tax ratio bisa dikerek mencapai 16 persen pada 2019 mendatang.

Sementara itu, dari sisi potensi penerimaan pajak cukup mendukung karena banyak sumber. Misalnya, dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berkontribusi sekitar 58 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) hingga kini.

Namun, masih sedikit yang bisa ditarik pajak karena memiliki batasan omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun. “Itu 58 persen dari 13 ribu (wajib pajak badan) sekitar 6 ribu yang tidak bisa dipajaki,” imbuh Ken.

Tax ratio Indonesia masih ketinggalan dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

“PTKP di Malaysia hanya Rp13 juta kalau dirupiahkan, di Indonesia Rp54 juta setahun. Kemudian, jaminan sosial di sana dimasukkan pajak, di sini tidak. Belum lagi, tarif pajak kita 5 persen, kalau Malaysia, Vietnam, Filipina 10 persen,” pungkasnya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait