Golkar Kritis, Akbar Tanjung Usul Pergantian Ketua

Metrobatam, Jakarta – Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung menyoroti kondisi internal partainya usai KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Akbar mengaku prihatin, sedih dan takut kasus yang menjerat Ketua Umum Golkar itu bakal membuat citra dan elektabilitas partai semakin menurun di mata publik.

Menurut Akbar, untuk menyelamatkan partai dalam kondisi yang tengah terpuruk seperti sekarang ini, harus ada kesiapan dari seluruh pemangku kepentingan di Golkar. Butuh perbaikan dan perubahan di internal partai.

“Perbaikan dan perubahan itu dari berbagai aspek yang ada di dalam organisasi. Bahkan kalau memang itu yang kita anggap terbaik untuk Golkar, termasuk perubahan dalam kepemimpinan,” kat Akbar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/11).

Bacaan Lainnya

Penggantian ketua, menurut Akbar, penting dilakukan karena seorang pemimpin menentukan keberhasilan partai dan memengaruhi opini publik.

“Kalau pemimpinnya dianggap di mata publik katakanlah tidak akseptabel, bisa mengakibatkan tren publik juga memberikan penilaian terhadap Golkar juga mengalami penurunan,” ujarnya.

Akbar juga menyoroti tren elektabilitas partai yang terus menurun. Paling anyar, berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 3-10 September 2017, elektabilitas Golkar hanya 11,4 persen.

“Kita pun sejak awal reformasi juga terjadi tren penurunan. Tren penurunan ini yang saya khawatirkan, bahkan saya takutkan. Jangan sampai tren penurunan itu terus. Sekarang saya dengar sudah sekitar 7 persen,” kata dia

Jika tren penurunan terus berlanjut hingga di bawah 4 persen, Akbar khawatir, partai berlambang pohon beringin akan kiamat karena tidak bisa mengirimkan wakil ke parlemen pada pemilu mendatang.

Padahal, kata dia, Golkar selama ini sejak era orde baru, elektabilitasnya selalu di atas 60 persen seperti di pemilu 1987, atau pemilu 1997 di atas 70 persen.

“Bayangkan, kalau sampai di bawah 4 persen berarti tidak punya hak untuk mempunyai anggota di DPR. Wah ini yang saya takutkan,” katanya.

Untuk itu, Akbar menilai pergantian pemimpin di Golkar mendesak dilakukan. Hal ini untuk membangkitkan Golkar kembali sesuai ke jalurnya sebagaimana yel-yel partai yang menyuarakan kebangkitan, kejayaan dan kemenangan.

“Bagaimana caranya? Saya kira satu-satunya cara adalah bagaimana supaya Golkar ini secara organisasi memiliki soliditas yang tinggi, terkonsolidasi dengan baik dan juga terjadi perubahan dalam kepemimpinan,” kata Akbar.

Akbar enggan menyebut figur yang pantas sebagai pengganti Novanto. Dia menilai posisi itu bisa diisi oleh para elite yang menempati posisi strategis dan menyerahkan mekanisme itu kepada musyawarah nasional.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebelumnya menyatakan pergantian kepemimpinan partai beringin tidak bisa digelar hanya karena desakan dari segelintir kalangan di internal partai.

Idris mengatakan, pergantian struktur kepemimpinan partai diatur melalui Musyawarah Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar.

“Itu sudah ada di sana. Munas satu dan dua ditentukan DPD 1. Itu ada AD/ARTnya,” kata Idrus di kantor DPP Partai Golkar, bilangan Jakarta Barat, Minggu (12/11). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait