Agung Minta Munaslub Golkar Tanpa Politik Uang, Titik Kejar Posisi Strategis

Metrobatam, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Pusat Kolektif Kesatuan Organisasi Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Agung Laksono meminta penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Golkar bebas dari praktek politik uang.

Permintaan itu disampaikan Agung saat pembukaan musyawarah kerja nasional (Mukernas) Kosgoro 1957 yang juga dihadiri Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham.

“Bapak Idrus kami berharap kita jauhkan munas jauh dari isu politik. Money politic supaya kita bersih. Kalau perlu kita undang KPK supaya bersih,” kata Agung di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Selasa (12/12).

Untuk itu, kata Agung, menjadi tugas bersama seluruh kader Golkar termasuk Kosgoro untuk melaksanakan munaslub dengan demokratis dan transparan.

Bacaan Lainnya

Agung tak mempersoalkan apakah hasil munaslub nantinya akan diputuskan lewat voting, aklamasi atau musyawarah mufakat. Asalkan tidak dimanipulasi dan diatur.

Mantan Ketua DPR itu lantas mengharapkan agar DPP bisa segera memutuskan kepastian pelaksanaan munaslub dalam rapat pleno besok malam. “Karena misalkan tanggal 18 selesai 20 (Desember), karena ini akhir tahun,” katanya.

Pelaksanaan Munaslub pada Desember juga mempertimbangkan masa pendaftaran pilkada yang sudah dimulai pada Januari 2018. Sehingga, lanjut Agung, munaslub berkejaran dengan agenda politik nasional.

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar sebelumnya disebut bakal menggelar rapat pleno terkait penyelenggaraan munaslub, pada Rabu (13/12) malam.

Idrus Marham mengatakan, hal itu merupakan hasil rapat pengurus harian terbatas yang dihadiri Ketua Harian Nurdin Halid dan jajaran Ketua Koordinator Bidang Partai Golkar kemarin.

Menurut Idrus dalam pertemuan itu disepakati rapat pleno akan digelar menunggu hasil praperadilan Setnov. Atau, digelar setelah agenda perdana sidang pengadilan tipikor terkait pembacaan dakwaan Ketua Umum nonaktif Setya Novanto.

Kejar Posisi Strategis di DPP

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut, pencalonan Siti Hediyati Hariyadi alias Titiek Soeharto sebagai Ketua Umum Partai Golkar adalah upayanya untuk meraih posisi tawar dan posisi yang lebih baik di kepengurusan Golkar selanjutnya.

“Ini langkah Titiek untuk menaikan posisi tawar, misalnya, agar dimasukkan dalam struktur kepengurusan Ketua Umum mendatang dalam posisi yang lebih startegis. Ini biasa, calon yang maju untuk menaikan bargaining,” ucap dia, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/12).

Sementara, lanjutnya, dukungan riil kepada Titiek sendiri tidak besar. Selain dipandang cuma memanfaatkan nama besar ayahnya, Presiden RI ke-2 Soeharto, Titiek juga belum memiliki karya politik yang nyata. Di sisi lain, era Soeharto di Golkar, yang pernah dipimpinnya itu, sudah lewat.

“Saya melihat belum ada kerja politik yang sistematik, kecuali memanfaatkan nama besar ayahnya,” cetus Burhan.

Hal ini terbukti dengan hasil buruk yang didapat anggota Keluarga Cendana lainnya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soharto, dalam gelaran Musyawarah Nasional Partai Golkar di Riau, pada 2009. Ketika itu, Tommy meraih nol suara. Sementara, Aburizal Bakrie mendapat 296 suara, dan Surya Paloh 240 suara.

Namun demikian, sambung Burhan, tidak signifikannya kekuatan Titiek bukan berarti kemenangan bisa terjamin di tangan kandidat Ketua Umum lainnya. Yakni, Airlangga Hartarto. Kuncinya ada di keputusan pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

Menurutnya, ada kemungkinan faksi di Golkar yang dekat dengan Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar non-aktif, berupaya memundurkan jadwal Munaslub paling tidak ke Januari. Tujuannya, memberi waktu untuk mendekati kepengurusan daerah.

“Kita tidak bisa ambil kesimpulan pertarungan selesai. Muanslub belum clear,” tandasnya.

Belum lama ini, Titiek, yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, menyebut bahwa ia siap berkompetisi dengan semua kandidat Ketua Umum. Termasuk, Airlangga. Ia mengaku, kesiapannya maju sebagai kandidat Ketua Umum ini terkait dengan keprihatinan Keluarga Cendana atas kondisi Golkar.

“Kami sangat prihatin, saya, keluarga Pak Harto, bersama saudara-saudara saya, kami sangat prihatin apa yang terjadi di Golkar saat ini,” kata Titiek, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/12).

Titiek juga mengaku tak risau dengan stigma Orde Baru. Baginya, era Orba memiliki keuntungan tersendiri yang dirindukan sejumlah pihak. “Ya terserah yang mau nilai bagaimana, emang nyatanya orang-orang (bilang) enakan zaman Orde Baru kan?” klaimnya. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait