Tempe Buatan Warga Magelang Ini Dipasarkan ke Australia hingga Ceko

Metrobatam, Magelang – Baru-baru ini, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo memposting sebuah produk rumahan berupa tempe yang sudah merambah pasaran internasional. Postingan tersebut mendapatkan banyak sekali tanggapan dari netizen yang rata-rata mengapresiasi dan penasaran dengan produk tersebut.

Adalah tempe kaleng dengan merk Umiyakko Javafood atau singkatan dari Umi Yati Corporation. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang dimiliki oleh Dirjaya (56), warga Desa Sucen, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Usaha keluarga yang dimilikinya ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa tahun silam. Sempat melakukan riset sejak tahun 2007, kemudian vakum beberapa saat, usaha pembuatan tempe akhirnya berproduksi tiga tahun lalu hingga saat ini.

Usaha ini melibatkan tiga orang pemikir utama, yakni Dirjaya selaku pemikir di bidang tekhnik, istrinya Astuti (56) bidang riset/penelitian, dan putranya Kusuma Winata Jati (24) bidang pemasaran.

Bacaan Lainnya

“Berjalannya usaha produksi tempe ini atas dukungan dari keluarga, terutama anak saya,” jelas Dirjaya, saat ditemui detikcom di rumahnya, Senin (11/12).

Dipilihnya tempe sebagai produksi utama adalah lantaran makanan ini asli dari Indonesia namun disukai oleh banyak orang di berbagai belahan dunia.

Di Indonesia sendiri, hampir di setiap daerah pasti ditemukan perajin tempe yang berbahan baku kedelai ini. Meski demikian, tempe buatan Dirjaya berbeda, tidak hanya dari segi kemasan, namun juga rasa dan kualitas.

“Ada proses tersendiri dalam pembuatan tempe ini, dibutuhkan ketelitian waktu dan bahan baku atau material berkualitas bagus. Tempe ini juga dijamin tanpa pengawet maupun micin,” tutur Dirjaya didampingi istri dan putranya.

Tempe buatan Dirjaya bersama tujuh karyawannya itu juga dikemas dalam kaleng serta memiliki daya tahan selama 15 bulan. Kuncinya, proses pemasakan dilakukan dalam suhu 175 derajat celcius dan tekanan 3 bar.

“Penentuan suhu dan tekanan ini melalui proses riset yang panjang sehingga dihasilkan produk yang memiliki kualitas, daya tahan, dan rasa enak. Resep masakan tempe ini sendiri saya dapat dari Ibu saya yang bernama Umi, dulu saya paling suka makanan tempe masakan beliau,” ungkapnya.

Untuk produksi tempe kaleng miliknya, Dirjaya memilih empat rasa, yakni gurih, bacem, kari, dan tempe terik. Takaran rasa yang saat ini dipatenkan dalam olahan tempe tersebut menurut Dirjaya disukai oleh para konsumen, baik di dalam maupun luar negri.

Mengenai pemasaran, tempe kaleng Umiyakko ini sudah merambah berbagai negara di benua Asia, Eropa, bahkan Afrika. Termasuk di Indonesia sendiri yang ternyata masih memiliki tempat tersendiri bagi olahan tempe.

“Tempe kami sudah dimakan banyak warga negara lain, seperti Australia, Qatar, Suriname, Ceko dan lainnya. Terakhir pesanan dari Ceko sebanyak 100.000 kaleng,” terang pria Magelang ini.

Untuk memenuhi pesanan tempe dari Indonesia dan berbagai negara, Dirjaya mengaku mampu memproduksi sekitar 500 kaleng setiap harinya. Jumlah tersebut membutuhkan bahan baku kedelai sebanyak 50 kilogram.

Meski terus berjalan, namun semakin hari produksi tempe Umiyakko semakin mengalami kendala karena minimnya persediaan kedelai lokal. Selama ini, Umiyakko masih mengandalkan panenan kedelai lokal dari Pacitan, Wonosari, dan Grobogan yang terkenal bagus.

“Kami menggunakan bahan baku kedelai lokal demi menghasilkan kualitas tempe yang bagus. Kalau tempe-tempe biasa itu kan menggunakan kedelai impor. Saat ini kami sedang memikirkan bagaimana supaya kebutuhan kedelai untuk produksi tempe bisa terus terpenuhi,” katanya.

Sejak enam bulan terakhir, produk Umiyakko mendapat tempat dan terus digandeng oleh pemerintah untuk ikut berpartisipasi dalam setiap pameran maupun kegiatan UMKM.

Putra Dirjaya, Kusuma Winata Jati, yang juga menjabat sebagai General Manager Umiyakko Javafood, mengatakan, pihaknya senang karena pemerintah telah menggandeng dan ikut mempromosikan produknya.

“Selama ini masyarakat berpikiran bahwa tempe adalah makanan biasa, padahal sebenarnya olahan ini juga disukai oleh orang luar negri. Untuk itu kami ingin menunjukkan bahwa tempe bisa jadi makanan lokal yang berbeda dan bisa go internasional,” kata Kusuma. (mb/detik)

Pos terkait