Bayi Tertukar di Keluarga Muslim dan Hindu Ini Menolak Dikembalikan

New Delhi – Apa yang terjadi terhadap dua anak ini seperti jalan cerita film atau sinetron. Keduanya dilahirkan di rumah sakit hanya berselang beberapa menit kemudian secara tak sengaja tertukar. Orang tua biologis keduanya berbeda, yang satu keluarga Muslim, satunya Hindu.

Dalam perjalanannya, salah satu keluarga membawa kasus ini ke pengadilan dan hasil DNA membuktikan bahwa anak yang mereka asuh bukan anak biologis mereka.

Persoalannya adalah, ketika akhirnya dua keluarga bersedia mengembalikan anak yang mereka besarkan, anak-anak ini menolak diambil oleh orang tua biologis masing-masing.

Salma Parbin sejak awal sebenarnya sudah merasa bahwa bayi yang ia bawa pulang dari satu rumah sakit di Assam, India, pada Maret 2015 rasanya bukan anaknya yang sebenarnya.

Bacaan Lainnya

Salma menyinggung soal perasaannya ini ke sang suami, Shahabuddin Ahmed. “Istri saya mengatakan ini bukan anak kita … ia mengatakan mungkin bayi kami tertukar,” kata Shahabuddin kepada wartawan BBC Geeta Pandey.

Ia sendiri tak terlalu percaya tapi istrinya yakin bahwa anak yang dibawa pulang bukan anak yang dilahirkan di rumah sakit. “Ketika saya melihat wajahnya, saya ragu,” kata Salma soal bayi yang ia bawa pulang.

Salma menuturkan bayinya -yang ia beri nama Jonait- mengingatkan pada seorang ibu yang menjalani persalinan pada hari yang sama di rumah sakit.

“Wajah Jonait mirip sekali dengannya. Matanya sama dengan mata perempuan itu,” kata Salma. “Di keluarga kami tak ada yang punya mata seperti Jonait,” tambahnya.

Meski awalnya sempat ragu dengan perasaan sang istri, Shahabuddin membawa masalah ini ke rumah sakit dan kepada pejabat rumah sakit ia sampaikan bahwa mungkin bayinya tertukar.

Tapi pejabat ini mengatakan bahwa istrinya mungkin sakit jiwa dan perlu bantuan psikiater. ‘Tak sampai hati’

Shahabuddin tak menyerah. Ia lantas mengajukan petisi meminta rumah sakit mengeluarkan rincian tentang bayi-bayi yang lahir di rumah sakit yang bersamaan dengan waktu lahirnya Jonait.

Terdapat tujuh bayi yang lahir di waktu yang hampir bersamaan. Shahabuddin juga mendapatkan informasi tentang tujuh ibu yang melahirkan, di antaranya bernama Shewali Boro.

“Saya dua kali datang ke desanya namun terus terang saya tak sampai hati untuk mengetuk pintu rumahnya,” kata Shahabuddin.

“Akhirnya saya menulis surat kepadanya. Saya katakan bahwa kami meyakini bayi kami tertukar dengan bayinya. Saya bertanya apakah ia juga merasakan hal yang sama. Saya tulis nomor telepon kami di akhir surat dengan harapan ia akan menghubungi kami,” ungkap Shahabuddin.

Shewali dan suaminya, Anil, tinggal di desa kesukuan yang berjarak sekitar 30 kilometer dari rumah Shahabuddin dan Salma.

Berbeda dengan Shahabuddin dan istrinya yang memeluk Islam, Shewali dan mayoritas warga di desanya adalah pemeluk Hindu.

Anil mengatakan selama ini ia dan istrinya tak pernah curiga bayi mereka tertukar sampai mereka menerima surat dari Shahabuddin. Bagi Anil dan Shewali, bayi yang tertukar adalah hal yang mustahil terjadi.

Tapi keyakinannya langsung berubah begitu ia dan istrinya bertemu keluarga Shahabuddin. “Ketika pertama kali melihat Jonait, saya menyadari kalau wajahnya mirip dengan suami saya. Saya sedih dan menangis,” kata Shewali. Penampilan Jonait memang tak seperti kebanyakan warga Muslim di Assam.

“Mata kami lebih sipit … ada pengaruh Mongolia dalam penampakan fisik kami,” kata Shewali.

Salma mengatakan begitu ia melihat anak Shewali -yang diberi nama Riyan- ia langsung yakin ia adalah anak kandungnya.

Dalam pertemuan ini, Salma dan suaminya mengusulkan agar dua anak ini ditukar saja, tapi ibu Shewari menolak.

Di luar ‘upaya kekeluargaan’ ini, Shahabuddin melakukan tes DNA pada Agustus 2015 untuk menambah keyakinan bahwa Riyan adalah anak kandungnya. Jawabannya mengukuhkan bahwa tidak ada kesamaan genetik antara Salma dan Jonait.

Shahabuddin juga melaporkan kasus ini ke polisi pada Desember 2015 setelah pihak rumah sakit mengatakan tak bisa menyelesaikan persoalan bayi yang tertukar ini.

Hemanta Baruah, pejabat polisi yang menyelidiki kasus ini, kepada BBC mengatakan ia meminta dokumen di rumah sakit yang terkait dengan kelahiran Jonait dan Riyan.

Ia juga berkunjung ke rumah Salma dan Shewali untuk membantunya menyelesaikan kasus.

Untuk mendapatkan bukti ilmiah, Baruah meminta dua keluarga ini melakukan tes darah. Pada November 2016 didapat hasil uji laboratorium yang menyimpulkan bahwa dua bayi ini memang tertukar.

Baruah menyarankan Shahabuddin untuk membawa kasus ini ke pengadilan karena hanya hakim yang bisa memerintahkan penukaran anak.

Shahabuddin menerima saran ini dan pada 4 Januari lalu hakim memanggil keluarganya dan keluarga Shewali. Hakim setuju Jonait diserahkan ke pasangan Shewali dan Anil sementara Riyan dikembalikan ke pasangan Shahabuddin-Salma.

Tapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan kedua pasangan ini. Baik Jonait maupun Riyan sama-sama tak mau dipisahkan dari orang tua yang selama ini membesarkan mereka.

“Pengadilan mengatakan kalau kami ingin bertukar anak itu bisa dilakukan … tapi kami akhirnya mengurungkan keinginan itu. Kami telah mengasuh dan membesarkan anak dalam tiga tahun terakhir. Kami tak bisa melepas anak ini begitu saja,” kata Salma.

“Juga, Jonait tak berhenti menangis selama di pengadilan. Ia duduk di pangkuan adik ipar dan ia tak mau lepas. Jonait memegangnya erat-erat,” kata Salma.

Riyan juga begitu. Ia menangis dan tangannya memegang leher Shewali. Suami Shewali, Anil, mengatakan menukar anak bukan tindakan yang bijak karena bisa melukai kejiwaan mereka. “Mereka terlalu muda untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi,” kata Anil.

Terlihat jelas bahwa baik Shahabuddin-Salma maupun Shewali-Anil sebenarnya tak mau melepas anak yang selama ini mereka besarkan. Jonait dan Riyan juga tak dipisahkan dari orang tua yang selama ini mengasuh mereka.

Jonait dan Riyan bahkan tak mau dipisahkan dari orang tua mereka meski hanya sesaat. Ketika ditanya apakah masalah perbedaan agama bisa menjadi masalah kelak di kemudian hari, Shahabuddin menjawab, “Anak adalah anugerah dari Tuhan. Ia terlahir tidak membawa agama. Keluarganyalah yang menentukan apakah ia Islam atau Hindu.”

Ia mengatakan kalau dipaksakan, baik Jonait maupun Riyan tidak akan bisa beradaptasi dengan orang tua yang baru, karena kedua keluarga memiliki budaya, bahasa, gaya hidup, dan makanan yang sama sekali berbeda.

Memang tak gampang mencari jalan keluar. Meski saat ini kedua keluarga sudah menerima kenyataan bahwa mereka membesarkan bukan anak kandung mereka, tapi harus diakui ada ikatan emosional antara ibu dan anak yang dikandung selama sembilan bulan.

Akhirnya Shahabuddin-Salma dan Shewali-Anil menyerahkan penyelesaikan kasus ini ketika Jonait dan Riyan beranjak dewasa.

Biar Jonait dan Riyan sendiri yang memutuskan nantinya, kata keluarga Shahabudin dan keluarga Shewali.

Meski demikian, kedua keluarga setuju untuk saling berkunjung dan menjadi semacam anggota keluarga baru. Harapannya tentu saja adalah ada interaksi antara anak dan orang tua kandung.(mb/detik)

Pos terkait