Direktur RS Medika Diperiksa KPK Terkait Kasus Merintangi Penyidikan E-KTP

Metrobatam, Jakarta – Direktur Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau, Hafil Budianto Abdulgani dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan merintangi proses penyidikan korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto (Setnov).

Dalam jadwal pemeriksaan yang dirilis Biro Humas KPK, Hafil akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BST (Bimanesh Sutarjo),” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (9/2).

Selain Hafil, penyidik lembaga antirasuah juga memanggil dokter RS Medika Permata Hijau, Nadia Husein Hamedan. Dia juga bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bimanesh.

Bacaan Lainnya

Dalam surat dakwaan terdakwa Fredrich Yunadi, nama Hafil muncul. Hafil disebut-sebut dihubungi oleh Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau, dokter Alia untuk meminta persetujuan rawat inap Setnov.

Pada dakwaan Jaksa Penuntut KPK Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo diduga telah melakukan rekayasa medis terhadap terdakwa Setnov.

Mereka berdua didakwa merintangi penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP bersama-sama. Dalam dakwaannya, Fredrich disebut melakukan rekayasa agar Setnov dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, pada pertengahan November 2017.

Jaksa menyatakan bahwa Fredrich langsung menemui Bimanesh di Apartemen Botanica Tower, Simprug, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Fredrich menunjukkan foto data rekam medik Setnov yang sempat dirawat di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur.

Bimanesh pun menyanggupi permintaan Fredrich, meskipun mengetahui Setnov tengah dalam proses hukum kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP yang diusut KPK. Bimanesh pun langsung menghubungi dokter Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau untuk menyediakan ruang VIP untuk rawat inap Setnov.

Atas perbuatannya Fredrich dan Bimanesh disangkakan dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (mb/okezone)

Pos terkait