Fahri: Jokowi Bak Penjajah Jika Hidupkan Pasal Hina Presiden

Metrobatam, Jakarta – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap presiden dan wakil presiden tak ubahnya sebagai penjajah jika pasal penghinaan terhadap presiden dan wapres dihidupkan kembali dalam revisi KUHP.

Menurut Fahri, pasal tersebut seharusnya dihapus dalam RKUHP karena merupakan produk kolonial Belanda. “Kalau pasal itu hidup, sama dengan presiden itu menganggap dirinya penjajah dan rakyat itu dijajah,” ujar Fahri melalui pesan singkat, Rabu (7/2).

Fahri menjelaskan, pasal penghinaan kepala negara dalam KUHP dibuat oleh kolonial Belanda untuk menghukum rakyat jajahan yang menghina pejabat kolonial Belanda, seperti ratu atau gubernur jenderal Belanda.

Selain di Indonesia, kata Fahri, kolonial Belanda juga menerapkan pasal penghinaan kepala negara di negara jajahannya. “Jadi sungguh ini kemunduran yang luar biasa. Karena itu harus dihentikan,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Fahri berharap Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas dengan menolak pasal tersebut meski nantinya pasal itu akan berlaku bagi presiden di masa yang akan datang. Hal itu dianggap penting guna mencegah kemunduruan demokrasi yang saat ini sudah berjalan. “Mudah-mudahan Pak Jokowi paham bahwa ini kesalahan fatal,” ujar Fahri.

Dalam pembahasan di tingkat Timus RKUHP, ayat (1) pasal 239 RKUHP disebutkan setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp500 juta).

Sementara ayat (2) menyebut, tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Pada 2016, Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam KUHP melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006,

MK menilai, tiga pasal itu bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang rentan manipulasi. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait