Penyerangan Tokoh Agama, Wiranto Imbau Warga Tak Berspekulasi

Metrobatam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta seluruh lapisan masyarakat tidak berspekulasi terlebih dahulu mengenai sejumlah kasus penyerangan atau kekerasan terhadap pemuka agama serta rumah ibadah.

“Jangan ada spekulasi dulu sebelum kepolisian mengungkap. Apakah by design yang akan mengganggu pilkada atau hal situasional, ini sedang dijajaki,” ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (12/2).

Hal tersebut disampaikan Wiranto menyikapi mulai menyeruaknya dugaan motif politik di balik kekerasan yang terjadi belakangan ini, jelang tahun politik.

Kemarin, penyerangan terjadi di Gereja Santa Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta. Pelaku membawa pedang dan melukai empat orang yang tengah beribadah. Polisi menembak pelaku karena terus menyerang jemaat dan petugas.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, penyerangan juga terjadi kepada pimpinan Pesantren Alhidayah KH Umar Basri di Cicalengka, Kabupaten Bandung pada 27 Januari lalu.

Aksi intoleransi juga terjadi terhadap pengurus Persis Ustaz Prawoto pada 1 Februari 2018. Dan, pada 7 Februari lalu seorang biksu dipersekusi di Kabupaten Tangerang.

Wiranto mengimbau masyarakat tetap tenang. Imbauan diperlukan sebab saat ini terlalu banyak informasi yang tidak jelas kebenarannya dan dapat memicu perpecahan.

“Ya, banyak (indikasi membawa isu SARA ke politik). Karena sekarang pakai media sosial dan banyak hoax dalam kehidupan. Perlu upaya ekstra keras untuk mengetahuinya,” tutur mantan Panglima ABRI ini.

Ia menegaskan, Pemilu yang aman, damai, dan lancar bukan saja menjadi tanggung jawab penyelenggara, pemerintah, serta aparat. Peran serta masyarakat juga menjadi faktor penting penyelenggaraan Pemilu.

“Jangan kemudian cara yang tidak terpuji, misalnya black campaign, ujaran kebencian, dan dikaitkan SARA. Kami instruksikan aparat tindak tegas. Tidak ada kompromi,” ucap mantan Ketua Umum Partai Hanura ini.

Mungkin Ada Provokasi

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengutuk penyerangan jemaah dan pastor di Gereja Katolik Santa Lidwina, Bedog, Kecamatan Gamping, Sleman. Ma’ruf menduga, ada upaya memprovokasi untuk melakukan penyerangan tersebut.

“Menurut saya, sekali betul dia seorang yang sehat. Dia sudah terprovokasi oleh isu-isu yang dibangun oleh penyerangan terhadap ulama, terhadap ustaz, terhadap kiai, sehingga dia melakukan perbuatan itu. Saya kira itu tidak benar,” ujar KH Ma’ruf Amin kepada wartawan di sela meninjau Masjid Arif Nurul Huda, komplek Mapolda Jatim, Jalan A Yani, Surabaya, Senin (12/2).

Ketika ditanya, apakah penyerangan yang terjadi kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat adalah upaya mengadu-domba antar agama. Ma’ruf menyebut kemungkinan itu ada.

“Kemungkinan ada, sebab diviralkan. Ketika ada peristiwa sebelumnya, terus ada isu-isu kemudian dikembangkan, diviralkan seakan-akan ulama dianiaya. Itu diprovokasi,” tuturnya.

“Bahkan tidak ada peristiwa, diada-adakan. Seperti di sana ada, dicek tidak ada. Kan ada upaya memviralkan, memprovokasi umat, supaya umat itu marah,” tambahnya.

Ma’ruf juga menegaskan, MUI mengutuk keras penyerangan dan pengerusakan terhadap tempat ibadah tersebut. “Semua kita kutuk. MUI tidak membenarkan terhadap upaya yang merusak tempat ibadah, apalagi melukai orang lain,” tuturnya.

“Kita justru saling menghormati, saling menjaga, saling membantu, saling menyayangi, kok melukai,” tambahnya.

Maruf pun mengajak kepada semua pihak saling bekerjasama, untuk mengantisipasi agar kasus serupa tidak terulang kembali. Selain polisi, masyarakat juga diminta untuk antisipasi.

“Saya kira, memang agak lebih waspada menghadapi kemungkinan orang seperti itu (pelaku penyerangan). Bisa saja di mana-mana ada,” katanya.

“Saya kira, mungkin kepolisian sudah mengantisipasi. Tapi masyarakat juga. Sebab, tidak semua diawasu oleh polisi. Jadi ada kerjasama masyarakat dengan kepolisian,” tambahnya.

Bentuk Tim Investigasi

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kekerasan terhadap pemuka agama di sejumlah daerah. Tim investigasi dibentuk untuk memastikan motif di balik kekerasan tersebut.

“Kami PPP tengah membentuk tim untuk melakukan investigasi asal muasal dan sebab atas kejadian ini,” ujar Ketum PPP Muhammad Romahurmuziy dalam keterangan tertulis, Senin (12/2).

Romi, sapaan Romahurmuziy mengatakan dugaan sementara kekerasan terhadap sejumlah pemuka agama dilakukan secara sistematis. Romi tidak yakin kekerasan murni dilakukan orang dengan masalah kejiwaan sebagaimana keterangan sementara Kepolisian.

“Ini bisa jadi bukan sekadar fenomena orang gila beneran, akan tetapi orang gila buatan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Romi juga menduga kekerasan terhadap pemuka agama untuk mengganggu stabilitas keamanan jelang pelaksanaan pilkada 2018 dan untuk kepentingan pilpres 2019.

Tidak stabilnya situasi keamanan, menurut Romi, masyarakat tengah digiring untuk membangun opini mencari pemimpin baru yang dapat mengatasi masalah tersebut.

“Masyarakat didorong dikondisikan untuk merasakan bahwa oh ternyata kita butuh pemimpin yang kuat. Kita butuh pemimpin dari yang memiliki latar belakang tertentu yang diharapkan bisa mengatasi semua kegaduhan dan instabilitas yang muncul,” ujar Romi.

Di sisi lain, Romi merasa kekerasan terhadap pemuka agama saat ini sama dengan yang terjadi di zaman pemerintah presiden Suharto. Namun, ia berkata saat itu Suharto sengaja menyasar ulama sebagai korban agar masyarakat tetap meminta dirinya sebagai presiden.

“Seolah-olah ada distabilitas pada skala masif, bahkan yang menjadi korban adalah para ulama. Sehingga tetap dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki latar belakang kuat seperti Suharto,” ujarnya.

Lebih dari itu, ia berharap Kepolisian dan Badan Intelijen Negara melakukan pengawasan melekat terhadap seluruh komponen bangsa agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Sebelumnya, kekerasan terhadap pemuka agama marak terjadi, bahkan menyebabkan korban jiwa.

Kekerasan pertama menimpa pimpinan Pesantren Alhidayah KH Umar Basri di Cicalengka, Kabupaten Bandung pada 27 Januari lalu. Akibat kekerasan yang diguga dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa itu, Basri mengalami luka serius di bagian wajah dan beberapa bagian tubuhnya.

Kemudian serangan terhadap pengurus Persis Ustaz Prawoto pada 1 Februari 2018. Serangan yang juga diduga dilakukan orang gangguang jiwa membuat Prawoto meregang nyawa.

Selain kekerasan, pada 7 Februari lalu seorang biksu dipersekusi di Kabupaten Tangerang oleh warga.

Terakhir, juga ada teror terhadap jemaah gereja Bedog, Jogja. Akibat teror itu, sejumlah jemaat termasuk pendeta mengalami luka serius akibat sabetan senjata tajam. Tak hanya itu, fasilitas gereja juga dirusak oleh pelaku. (mb/cnn indonesia/detik)

Pos terkait