Geliat Persaingan Prabowo-Jokowi di Dunia Maya

Metrobatam, Jakarta – Satu tahun menjelang gelaran pemilihan presiden (pilpres) 2019, berbagai platform di media sosial sudah mulai dihiasi konten yang berkaitan dengan ajang lima tahunan tersebut.

Hal itu tidak terlepas dari keputusan Presiden Joko Widodo yang telah mencalonkan diri untuk kedua kalinya, dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang meski belum mendeklarasikan diri, sudah gencar disuarakan kader partainya.

Konten media sosial bukan hanya diisi oleh akun Jokowi dan Prabowo. Namun juga diramaikan oleh para pendukungnya baik yang menggunakan nama jelas maupun nama samaran.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Firman Kurniawan mengatakan sebagai medium digital yang bebas ruang dan waktu, media sosial dapat menjadi tempat untuk mendekati, membangun relasi, simpati, dan respons publik yang efektif.

Bacaan Lainnya

“Prinsipnya semakin dini, semakin terlihat responsnya, dan semakin cepat pula mengganti isu jika komunikasi awalnya tidak memperoleh sambutan,” kata Firman kepada CNNIndonesia.com, Minggu (1/4).

Baik pendukung Jokowi maupun Prabowo memiliki cara masing-masing untuk memunculkan kedua tokoh tersebut di media sosial, mulai dari penggunaan poster yang bersifat kekinian, infografis, meme, tagar tertentu, hingga unggahan video-video kegiatan.

Menurut Firman, cara-cara itu menyiasati munculnya perubahan perilaku komunikasi dan budaya di masyarakat. Masyarakat terutama generasi milenial, dinilai semakin pandai untuk memilah dan memprioritaskan informasi yang dianggap diperlukan, karena ada keterbatasan waktu.

Selain itu karakteristik generasi milenial juga cenderung takut ketinggalan terhadap informasi terbaru. Hal itu disebutnya memerlukan formulasi khusus agar penyampaian pesan dapat diterima.

Salah satunya kata Firman adalah dengan mengemas penyampaian informasi yang disangkutkan dengan gaya hidup.

“Mereka yang fasih dan mampu mengemas pesan dengan gaya hidup, akan dipersepsi dekat dengan milenials,” kata Firman.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menilai meski Jokowi hingga kini masih mengungguli Prabowo dari tingkat elektabilitas di berbagai lembaga survei, namun dengan perkembangan media sosial yang cepat, situasi dapat berubah. Indikasi itu pun disebut mulai terlihat.

“Jika melihat tren media-media sosial, sosok Prabowo menjadi pembeda bagi para netizen. Misalnya, ketika sudah lama tidak muncul dan diperbincangkan, tiba-tiba Prabowo muncul dengan komentar soal 2030,” kata Aji dihubungi terpisah.

Meskipun terkesan kontroversial, namun pernyataan Prabowo yang menyebut Indonesia akan bubar pada 2030 itu kata Aji, memperoleh atensi masyarakat dan tokoh nasional, baik di dunia nyata maupun di media sosial sendiri.

Situasi ini menurut Aji, berbeda dengan Jokowi sebagai petahana. Dengan status petahana, Jokowi dinilai sudah sering menghiasi ruang di media sosial. Hal tersebut menyebabkan pola komunikasi yang telah terbaca di masyarakat.

“Sementara, Prabowo lama tak keluar, tiba-tiba muncul dengan komentarnya yang kontroversial sekaligus menggelitik media sosial. Faktor inilah yang menurutku bisa menjadi pendongkrak nama Prabowo di media sosial,” ujar Aji. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait