Ngabalin Dulu Timses Prabowo, Moeldoko: Tak Ada Lawan di Politik

Metrobatam, Jakarta – Jajaran Kantor Staf Presiden (KSP) kini diperkuat oleh politikus Golkar Ali Mochtar Ngabalin. Padahal Ngabalin pada tahun 2014 adalah tim sukses pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, rival Jokowi-Jusuf Kalla.

“Bagi pemerintah, tidak ada yang namanya lawan politik. Semua adalah partner demokrasi,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (23/5).

Moeldoko menilai Ngabalin sebagai sosok profesional dan banyak jaringan yang bisa memperkuat pemerintahan. Ngabalin akan bertugas untuk mengomunikasikan program pemerintah yang sudah terlaksana.

“Sudah begitu banyak program dan kebijakan yang dibuat Pemerintah, dan memerlukan komunikasi kepada publik yang lebih luas,” ungkap Moeldoko.

Bacaan Lainnya

Ngabalin masuk Golkar sejak tahun 2010 setelah sebelumnya menjadi tokoh elite Partai Bulan Bintang (PBB). Pada Pilpres 2014, Ngabalin jadi tim sukses pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang merupakan rival Jokowi-JK. Ngabalin cukup vokal ketika menjadi tim sukses Prabowo-Hatta kala itu.

Pilpres 2014 dimenangkan oleh Jokowi-JK yang kini menjabat sebagai presiden-wakil presiden. Setelah Golkar merapat ke pemerintah, kini giliran Ngabalin yang turut memperkuat pemerintahan Jokowi-JK.

Ngabalin Sudah Insyaf

Politikus Golkar yang dulu berseberangan dengan Presiden Joko Widodo, Ali Mochtar Ngabalin, kini masuk lingkaran Istana dengan menjadi tenaga ahli utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP). PDIP menyebut Ngabalin kini sudah insyaf.

“Tampaknya Pak Ngabalin insyaf bahwa semua kata-kata keras dan menghina kepada Pak Jokowi adalah hanyalah berdasar info yang keliru sehingga beliau emosional menuduh yang sebaliknya,” ujar Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP Eva Kusuma Sundari kepada wartawan, Rabu (23/5).

Selain itu, Eva memandang Ngabalin kini telah mengakui keberhasilan pemerintahan Jokowi. Bersedia menjadi seorang TA di KSP disebut Eva merupakan pengakuan Ngabalin.

“Bersedia Menjadi TA di KSP merupakan pengakuan Pak Ngabalin bahwa Presiden adalah orang baik, pintar, independen, kapable, dan relijius,”

Menurut Eva, masuknya Ngabalin ke Istana akan jadi tambahan kekuatan tersendiri bagi pemerintah. Eva menyarankan Jokowi menambah stafsus dari partai-partai yang telah mendeklarasikan Jokowi capres 2019.

“Ini akan menjadi tambahan tenaga karena saya yakin Pak Ngabalin mewakili Partai Golkar. Jadi ada baiknya Presiden menambah perwakilan partai di stafsus maupun KSP, misal dari PDIP dan Nasdem dll yang sudah declare mencapreskan Jokowi. Ini penting krn KSP butuh juga pengetahuan, pengalaman, perspektif politik baik Senayan maupun lapangan yang tidak bisa di-supply oleh profesional maupun aktivis LSM,” katanya.

KSP Jangan Jadi Sarang Timses

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik keberadaan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sebagai lembaga negara non-struktural. Fadli menuding KSP merekrut orang-orang yang lekat sebagai tim sukses (timses) pemenangan Joko Widodo.

“Jelas sekali siapa orang-orang yang direkrut, orang-orang yang punya afiliasi dekat dengan kerelawanan atau timses atau calon timses. Jangan jadi sarang timses KSP itu, karena dibiayai APBN,” kata Fadli di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (23/5).

Teranyar, KSP mengangkat sejumlah tenaga ahli di antaranya yaitu politikus Golkar Ali Mochtar Ngabalin dan juga mantan Komisioner KPU Juri Ardiantoro.

Fadli enggan mengomentari lebih lanjut soal pengangkatan Ali Mochtar. Dia pun enggan menilai Ali Mochtar termasuk sebagai relawan pencapresan Jokowi di KSP.

“Saya kan tidak ada urusan dengan orang per orang. Yang kita urus adalah kebijakan-kebijakannya,” kata Fadli.

Berdasar info yang dia terima, KSP seringkali menggelar pertemuan untuk memenangkan capres yang akan datang dan bukan membahas persoalan negara.

“KSP ini sebenarnya adalah lembaga non-struktural yang tidak jelas. Ini harus dibubarkan saja. Ini overlap,” katanya.

Dengan tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan, pengendalian terhadap program prioritas pemerintah, isu strategis, dan komunikasi politik, hal itu juga disebut ada dalam tupoksi Sekretariat Kabinet dan Kementerian Sekretaris Negara.

“Walaupun itu dibentuk melalui Perpres 2015, tapi seharusnya yang namanya perpres menjalankan perintah UU atau ada payung UU-nya,” ujarnya.

“Ini perpres KSP perpres yang tidak ada umbrella UU. Dia kan lembaga internal, tapi sebagai lembaga internal seolah-olah lembaga struktural. Kadang bisa jadi jubir, bisa jadi koreksi menteri atau atur menteri. Jadi KSP seharusnya dibubarkan,” kata Fadli. (mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait