Kotak Kosong Menang, Wali Kota Makassar di Tangan Kemendagri

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar sudah menetapkan hasil rekapitulasi melalui rapat pleno pada Jumat kemarin (6/7). Hasilnya, kotak atau kolom kosong ditetapkan sebagai pemenang atas paslon tunggal Munaffri Arifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

Kolom kosong memperoleh 300.795 atau 53 persen suara. Sementara pasangan tunggal Appi-Cicu hanya mendapat 264.245 atau setara 47 persen suara. Hasil rekapitulasi KPU Makassar tersebut dibenarkan oleh KPU Pusat.

“Hingga saat ini, sementara ini kolom kosong hanya menang di Pilkada Kota Makassar” ujar Komisioner KPU Ilham Saputra di kantor KPU, Jakarta, Minggu (8/7).

Merujuk dari UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada, hasil rekapitulasi KPU Makassar tidak bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh pasangan Appi-Cicu selaku pihak yang kalah.

Bacaan Lainnya

Hal itu diatur secara rinci dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d. Beleid tersebut menjelaskan bahwa kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa, pengajuan perselisihan dapat dilakukan jika ada perbedaan 0,5 persen suara dari total suara sah.

Sementara kolom kosong unggul atas Appi-Cicu dengan selisih sekitar 6 persen suara. Komisioner KPU Ilham Saputra pun mengatakan bahwa Makassar tidak termasuk daerah yang berpotensi muncul permohonan perselisihan hasil pemilihan (PHP). Ilham hanya mengatakan 4 daerah.

“Kota Cirebon [selisih] 1,25 persen, Kota Tegal 0,23 persen, Kabupaten Sampang 0,66 persen, dan Kabupaten Boloaang Mongondow Utara 0,89 persen,” kata Ilham kemarin.

Wali Kota Makassar Ramdhan atau Danny Pomanto akan habis masa jabatannya pada 8 Mei 2019. Tampuk kepemimpinan selanjutnya akan diisi oleh calon kepala daerah pemenang Pilkada 2018.

Oleh karena kolom kosong yang memenangkan pilwalkot Makassar, maka Wali Kota Makassar selanjutnya akan diisi oleh seorang penjabat (Pj) wali kota. Hal itu tertuang secara gamblang dalam Pasal 54D Ayat (4) UU No. 10 tahun 2016.

“Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota,” mengutip bunyi Pasal 54D Ayat (4) UU No. 10 tahun 2016.

Berdasar UU No. 23

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar pernah menjelaskan bahwa pengangkatan Pj Wali Kota Makassar juga berdasar pada UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pengangkatan seorang Pj mesti dilakukan lantaran Wali Kota Makassar Danny Pomanto tidak bisa diperpanjang masa jabatannya pada 8 Mei 2019. Bahkan meski hanya satu hari sekalipun.

Bahtiar mengutarakan hal tersebut merujuk dari Pasal 60 UU No. 23 tahun 2014. Dalam beleid tersebut termaktub bahwa masa jabatan kepala daerah adalah lima tahun sejak pelantikan.

“Kurang satu hari tidak boleh. Lebih satu hari juga tidak boleh. Harus pas lima tahun. Tapi ini masih andai lho, ya. Andai kolom kosong yang menang. Kan belum pasti,” tutur Bahtiar saat dihubungi, Senin (2/7).

Calon pj wali kota Makassar nanti akan diusulkan oleh gubernur Sulawesi Selatan kepada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Mekanisme itu tertuang dalam Pasal 5 ayat (2) Permendagri No. 1 tahun 2018.

Kapuspen Kemendagri Bahtiar mengklaim pengusulan selalu berisi tiga nama. Tidak hanya satu.

Nama yang diusulkan gubernur Sulsel kepada Mendagri nanti dapat berasal dari pegawai negeri sipil eselon II Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Bisa pula dari lingkungan Kemendagri asalkan berstatus pimpinan tinggi pratama atau setara PNS eselon II. Hal itu tertuang dalam Pasal 132 Ayat (1) huruf b PP No. 49 tahun 2008.

Setelah itu, Mendagri Tjahjo Kumolo akan menentukan siapa yang akan menjadi penjabat wali kota dari ketiga nama yang diajukan. Namun, Tjahjo juga memiliki kewenangan untuk menunjuk pj wali kota Makassar tanpa usul dari gubernur Sulsel.

Tjahjo dapat melakukan itu dalam hal melaksanakan kepentingan strategis nasional. Kewenangan Tjahjo tersebut tercantum dalam Pasal 5 Ayat (3) Permendagri No. 1 tahun 2018.

Masa jabatan Wali Kota Makassar Danny Pomanto akan habis pada 8 Mei 2019. Maka pj wali kota Makassar akan menjabat mulai dari 9 Mei 2019.

Pj wali kota Makassar, yang ditunjuk dan dilantik oleh Mendagri, akan menjalani masa jabatan hingga ada kepala daerah baru hasil Pilkada selanjutnya. Hal itu diatur dalam Pasal 25 Ayat (1) Peraturan KPU (PKPU) No. 13 tahun 2018.

Apabila merujuk pada Pasal 201 Ayat (6) UU No. 10 tahun 2016, Pilkada selanjutnya baru akan dilaksanakan pada September 2020 mendatang. Dalam beleid tersebut tertulis bahwa Pilkada 2020 bakal dihelat untuk mencari kepala daerah baru menggantikan kepala daerah hasil Pilkada 2015 yang habis masa baktinya usai 5 tahun menjabat. Pilkada tidak akan dilaksanakan pada 2019 karena ada Pemilu serta Pilpres.

Kemudian, Pilkada 2020 akan dilaksanakan pada bulan September. Dengan demikian, masa jabatan pj wali kota Makassar yakni sejak Mei 2019 hingga sekitar September 2020 atau 16 bulan. Bahkan, mungkin saja lebih dari 16 bulan karena rangkaian Pilkada 2020 belum tentu usai pada September 2020 seperti yang telah terjadwal dalam Pasal 201 Ayat (6) UU No. 10 tahun 2016.

Jika Mendagri menempatkan pj wali kota Makassar selama 16 bulan atau lebih, maka hal itu berpotensi menabrak peraturan perundang-undangan, yakni PP No. 49 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 6 tahun 2005. Dalam Pasal 132 Ayat (4) menyatakan bahwa penjabat kepala daerah hanya boleh menjabat maksimal selama satu tahun.

“Masa jabatan penjabat kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 1 (satu) tahun,” bunyi Pasal Pasal 132 Ayat (4) PP No. 49 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 6 tahun 2005. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait