Nilai Proyek PLTU Riau 1 yang Tersandung Kasus Suap Capai Rp 12 T

Metrobatam, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencium adanya praktik suap dalam proyek PLTU Riau-1. Proyek itupun untuk sementara dihentikan.

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir menerangkan proyek PLTU Riau-1 merupakan proyek pembangkit mulut tambang yang digarap oleh anak usahanya dan bekerjasama dengan konsorsium beberapa perusahaan swasta. Nilainya mencapai US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,87 triliun (kurs Rp 14.300).

“Memang terlihat besar proyek PLTU bisa sampai Rp 20 sampai Rp 50 triliun, kalau bangun tol bisa 1.000 km. Tapi kalian harus tahu bagaimana teknologi yang dipakai untuk membangun PLTU,” tuturnya di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (16/7/2018).

Proyek PLTU Riau-1 sendiri masih dalam tahap Letter of Intent (LoI). Proyek tersebut belum berjalan dan digarap oleh anak usahanya PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) yang bekerjasama dengan konsorsium yang terdiri dari PT Samantaka Batubara dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC).

Bacaan Lainnya

PLTU Riau-1 sendiri memiliki kapasitas 2×300 MW. Proyek ini ditargetkan beroperasi atau Commercial Operation Date (COD) pada 2023.

Proyek ini untuk sementara waktu dihentikan lantaran adanya proses hukum yang tengah berjalan. Sofyan mengaku tidak tahu sampai kapan proyek itu dihentikan, namun dia memastikan bahwa proyek itu tidak akan mangkrak dan bisa dilanjutkan kembali.

Geledah Kantor PLN

Sementara Penyidik KPK menggeledah kantor pusat PLN, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Penggeledahan tersebut terkait kasus dugaan suap PLTU Riau-1. Pantauan detikcom di lokasi, Selasa (17/7), terlihat delapan orang tim KPK keluar dari gedung pada pukul 00.20 WIB.

Mereka membawa tiga kardus berwarna cokelat dan tiga koper berukuran besar. Koper dan kardus tersebut langsung dimasukkan ke dalam lima mobil yang telah menunggu di depan lobi gedung. Belum diketahui apa saja yang disita KPK dari kantor PLN.

Sebelumnya, KPK melakukan penggeledahan di beberapa ruang kerja petinggi PLN, termasuk ruang kerja Dirut PLN Sofyan Basyir. Selain itu, penyidik KPK menggeledah area Direktorat Pengadaan. Selain itu, sempat terlihat salah satu petugas dari KPK menanyakan soal daftar tamu kepada resepsionis.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka. KPK menduga Eni menerima keseluruhan Rp 4,5 miliar dari Johannes untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Johannes merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

KPK sendiri telah mengamankan Rp 500 juta yang diduga merupakan pemberian keempat kepada Eni. Pemberian pertama Eni diduga pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, pemberian kedua pada Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, dan pemberian ketiga 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta. Ada dugaan pemberian tersebut melalui staf dan keluarga Eni. (mb/detik)

Pos terkait