Dewan Pertimbangan MUI: Tidak Semua Muslim Masuk Partai Islam

Metrobatam, Jakarta – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menegaskan sesama umat Islam agar saling menghargai pilihan politik satu sama lain, khususnya menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Hal itu disampaikan usai menghadiri rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI yang ke-29 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Senin (6/8).

Din mengimbau agar tidak ada penyempitan makna atau reduksi atas pengertian ‘Koalisi Keumatan’.

“Tadi banyak dibicarakan agar konsep Keumatan itu tidak disempitkan, tidak direduksi hanya kepada sejumlah daripada umat Islam. Umat Islam 220 juta, jangan direduksi menjadi puluhan juta,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.

Bacaan Lainnya

Din menuturkan tidak semua umat Islam bergabung atau mendukung partai yang bernafaskan Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Melainkan, umat Islam juga bisa menjadi loyalis partai nasionalis seperti PDI Perjuangan atau Golkar.

“Tidak semua umat Islam berada di partai-partai Islam atau partai-partai berbasis massa Islam. Bahkan, umat menyebar di banyak partai politik, termasuk yang tidak menggunakan nama Islam,” kata Din.

Menyikapi tahun politik saat ini, Din mengingatkan semua partai politik sesungguhnya berpotensi membawa kebaikan selama berorientasi pada pembangunan nasional.

Oleh karena itu, Din meminta agar umat Islam tidak terjebak dalam pandangan dikotomi yang kemudian muncul melalui klaim “Jalan Keislaman”, “Jalan yang harus ditempuh umat Islam satu-satunya,” dan sebagainya.

Sementara, Din menyebut jalan politik adalah jalan yang terbuka dan bisa diisi dengan ruh dan semangat Islam.

“Jadi tidak perlu ada klaim-klaim yang bersifat monopolistik. Insya Allah yang berjuang atas nama Islam akan mewujudkan cita-cita Islam, yang berjuang tidak di partai Islam, sekuler nasionalis juga memperjuangkan cita-cita Islam, asalkan semua berorientasi kepada cita-cita nasional,” kata Din.

Pengemis Jabatan Tak Direstui Islam

Sebelumnya Din juga mengkritik orang-orang yang berambisi mengincar jabatan. Menurut Din ajaran Islam tak merestui orang yang gila jabatan.

“Karena hadits mengatakan jangan beri jabatan kepada yang ambisius apalagi yang minta-minta jabatan,” tukas Din beberapa waktu lalu.

Din menolak mencontohkan orang yang ambisius mengejar jabatan. Namun Din memberi indikasi bahwa orang yang ia maksud muncul di banyak spanduk. “Sangat mungkin sekali,” imbuhnya.

Din sendiri mengaku senang bila ada tawaran sebagai kandidat cawapres atau bahkan capres. Menurutnya sudah sifat manusia tersanjung bila mendapat tawaran demikian.

Dalam sebuah survei publik terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu masuk dalam bursa cawapres potensial dari kalangan agama.

Din menyatakan siap dan sanggup menerima pinangan yang datang jika nanti benar ada. Ia merasa pengalamannya memimpin sejumlah organisasi dan lembaga cukup membuat dirinya kompeten.

Kendati demikian, Din merasa tidak layak mengajukan diri karena yang berhak mendorong capres atau cawapres hanya partai politik atau gabungan partai politik.

“Silakan kalau partai politik mencalonkan, kalau tidak ya sudah enggak apa-apa, sudah takdir demikian. Jadi jangan ambisius seperti…,” pungkas Din tanpa menyelesaikan kalimatnya. (mb/cnnindonesia)

Pos terkait