LSI: Demokrat Jangan Terlalu Melodramatik dalam Pilpres 2019

Metrobatam, Jakarta – Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi meminta Partai Demokrat tak terlalu mendramatisir kejadian yang akan terjadi dalam kontestasi politik Pilpres 2019. Hal ini terkait Insiden yang terjadi saat deklarasi Pemilu 2019 damai di Monas pada Minggu, 23 September 2018.

“Partai Demokrat diharapkan juga jangan terlalu melodramatik. Karena namanya pertandingan kan pasti ada sorak sorai tetapi di atas segalanya itu jangan sampai mengurangi kualitas kontestasi yang subtantif. Menurut saya jangan terlalu didramatisir,” jawab Burhanuddin saat ditanyai awak media di Hotel Sari Pan Pasifik pada Senin (24/9).

Namun, sebenarnya dia merasa wajar apabila ada partai yang mencari panggung dengan cara demikian. Menurutnya setiap warga negara sudah bisa membedakan mana saja isu yang substansial.

“Ini kan politik instan masing-masing mencoba mencari panggung dengan apapun itu. Di sisi lain masyarakat juga bisa menilai isu mana yang lebih substansial mana yang tak substansial meski mungkin ada satu kelompok yang mengekspresikan dukungan nya membuat satu kelompok merasa seperti partai Demokrat,” lanjutnya.

Bacaan Lainnya

Burhanuddin juga memberikan catatan bagi relawan Jokowi, Projo, untuk memilih cara yang baik dalam berekspresi.

“Buat Projo itu juga jadi catatan meskipun menurut mereka itu termasuk dalam konteks demokratisasi konteks kompetisi tetapi sebaiknya pakai cara cara yang lebih beradab lah dalam menyampaikan,” tutupnya.

AHY Sebut Hak Demokratis

Komandan Komando Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan aksi walkout yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat acara deklarasi Kampanye Damai Pilpres 2019 adalah hak demokratis SBY.

Menurut AHY, SBY saat itu sedang melakukan haknya untuk menyampaikan protes terkait banyaknya peraturan yang dilanggar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait atribut kampanye dan partai yang mestinya bersih di acara tersebut.

“Pak SBY menggunakan haknya untuk meninggalkan acara lebih dulu. Saya pikir semua orang berhak untuk menyampaikan kritik atau protes,” kata AHY ditemui di Hotel Sultan usai mengikuti acara peringatan hari kemerdekaan ke-88 Arab Saudi di Jakarta, Senin malam (24/9).

SBY kata AHY telah melihat langsung pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada hari itu. Bahkan AHY juga menantang awak media untuk membuka dokumen terkait aturan yang diberikan KPU, namun malah dilanggar dan dibiarkan oleh lembaga tersebut.

“Teman-teman wartawan juga bisa membuka dokumennya apa saja yang dibolehkan dan tidak diperbolehkan (di acara itu). Termasuk dilarang untuk menggunakan atribut-atribut partai termasuk mengkampanyekan secara spesifik karena itu adalah kampanye damai. Dan atribut itu dibagikan, disiapkan oleh KPU, yang kecil-kecil itu,” kata dia.

“Jadi kalau kemarin kemudian ternyata seolah-olah sudah dimulai kampanye sesungguhnya itu yang sebetulnya tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan dan disampaikan oleh KPU,” katanya.

Lebih lanjut putra pertama Presiden ke-6 Indonesia itu pun menyebut pihaknya akan terus memperjuangkan demokrasi dan keadilan. Maka kata AHY harusnya pihak KPU pun segera menunjukan sikap dan bertanggungjawab terkait pelanggaran itu.

“Kita ini pecinta demokrasi, kami pejuang demokrasi. Pejuang kebenaran, keadilan. Kalau memang sudah diatur, ada yang dilanggar tentunya kita berharap ada juga sikap yang ditunjukan oleh organisasi ataupun lembaga yang bertanggung jawab untuk itu,” kata dia

Jokowi Tak Pernah Baper

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Johnny G. Plate mengatakan Joko Widodo selaku presiden tidak pernah terbawa perasaan jika ada pihak yang merendahkan atau melakukan kritik.

Hal ini dikatakan Johnny terkait dengan insiden Susilo Bambang Yudhoyono yang walkout saat deklarasi damai Pemilu 2019 di Monas, Minggu (23/9).

“Apakah kami pakai perasaan? Tidak kan. Kami tetap menggunakan rasionalitas,” ujar Johnny yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin di Rumah Cemara, Jakarta, Senin (24/9).

Terkait itu, Johnny mengatakan, SBY merupakan sosok yang harus dihormati karena merupakan mantan Presiden dan Ketum partai. SBY, kata dia, harus dijaga kehormatannya seperti para pimpinan yang lain.

“Semua pimpinan-pimpinan kita harus jaga kehormatannya. Makanya masing-masing pihak untuk menjaga cara berkomunikasi,” ujar Johnny.

Secara khusus terkait insiden tersebut yang diduga ada provokasi dari relawan Projo, Johnny enggan berkomentar. Menurutnya, pengusutan dugaan provokasi tersebut merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Kalau ada sampai seperti begituan kita harus melakukan investigasi. Dan yang memiliki kewenangan itu adalah Bawaslu,” ujar Johnny.

Meski demikian, dia mengklaim pihaknya sebagaimana disampaikan Direktur Kampanye TKN Aria Bima siap meminta maaf kepada SBY jika Bawaslu menyatakan relawan Jokowi-Maruf terbukti melakukan pelanggaran.

“Tapi Mas Aria Bima tidak bilang pasti Projo yang buat dan kita akan melakukan penyelidikan,” ujarnya. (mb/detik)

Pos terkait