Kabareskrim Minta Pengibaran Bendera Hitam di DPRD Poso Diusut

Metrobatam, Jakarta – Kabareskrim Komjen Arief Sulistyanto meminta jajaran Polda Sulawesi Tengah menyelidiki peristiwa pengibaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid di halaman DPRD Kabupaten Poso. Dia tak ingin peristiwa serupa terulang.

“Agar dibuatkan LP (laporan polisi) model A, segera proses. Ini harus dilakukan agar tidak ditiru,” kata Arief lewat keterangan tertulis yang diterima detikcom, Sabtu (27/10).

Sebelum mengibarkan bendera hitam, massa menurunkan bendera Merah Putih. Arief mengatakan perbuatan tersebut dapat dikenakan pasal 24 juncto pasal 65 juncto pasal 66 UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pelaku terancam hukuman 5 tahun penjara.

“Identifikasi orang-orang yang menaikkan bendera dan penanggung jawab kegiatan. Ini jelas-jelas melanggar UU No. 24 Tahun 2009 pasal 24 juncto pasal 65 juncto pasal 66,” tegasnya.

Bacaan Lainnya

Arief menilai menurunkan merah putih kemudian menggantinya dengan bendera hitam tersebut merupakan penghinaan terhadap simbol negara. Perbuatan ini juga menodai perjuangan para pahlawan yang memerdekakan Indonesia.

Arief ingin peristiwa ini ditindaklanjuti secara serius karena menyangkut kewibawaan negara.

“Ini perbuatan penghinaan pada bendera kebangsaan. Para pahlawan yang berkorban dengan darah dan nyawa diabaikan,” tuturnya.

“Jangan dianggap remeh kejadian seperti ini apalagi sudah viral di medsos. Akan bisa diikuti oleh orang lain di tempat lain. Ini menyangkut kewibawaan negara,” sambung Arief.

Dikonfirmasi terpisah, Kapolda Sulteng Brigjen Ermi Widyatno mengatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan terkait peristiwa tersebut. Penurunan bendera merah putih dan pengibaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid ini terjadi pada Jumat (26/10) siang kemarin.

“Kami sedang melakukan penyelidikan,” ujar Ermi lewat pesan singkat.

Sebelumnya diberitakan, peristiwa pengibaran bendera ini terjadi di dua tempat. Selain halaman DPRD Kabupaten Poso, pengibaran bendera juga terjadi di Lapangan Sintuwu Maroso. Hanya saja di lokasi tersebut tak ada bendera merah putih yang diturunkan massa untuk diganti dengan bendera hitam.

“Begitu juga di tiang bendera Lapangan Sintuwu Maroso. Namun tiang bendera di Lapangan Sintuwu Maroso tidak adanya bendera merah putih yang sedang berkibar,” tutur kata Karo Penmas Polri Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (27/10).

Kemendagri menyatakan ada larangan mengibarkan bendera dari sebuah organisasi terlarang. Larangan ini bukan hanya berlaku di kantor instansi pemerintah, tapi juga di ruang publik.

“Jadi bendera-bendera yang tak boleh di instansi negara itu termasuk ruang publik adalah bendera yang organisasi terlarang, seperti PKI, HTI, GAM, OPM. Semua adalah bendera yang dilarang UU. Itu tugas polisi untuk menegakkan,” ujar Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Sumarsono saat dihubungi, Sabtu (27/10/2018).

Berikut bunyi pasal yang mengatur soal bendera negara:

Pasal 24

Setiap orang dilarang:

a. merusak merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara,

b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial,

c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam,

d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara, dan

e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara

Pasal 65

Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-undang ini

Pasal 66

Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). (mb/detik)

Pos terkait