Kisah Petugas Situng KPU, Lelah dan Disumpah Kena Azab

Metrobatam, Jakarta – Yuniazma Zeliana alias Elin datang kembali ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Selatan selepas kuliah, Jumat sore lalu. Wajah lelah tak mampu dia sembunyikan.

Elin diminta KPU Jaksel membantu mengentri data ke sistem real count atau Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).

Mahasiswa universitas swasta di Jakarta itu tak bekerja sendiri. Di KPU Jaksel, saat ini masih ada sekitar dua puluh orang relawan pengentri Situng.

Elin bertugas sebagai verifikator. Ia jadi garda terakhir Situng sebelum dikirim ke server KPU dan kemudian muncul di hadapan publik.

Bacaan Lainnya

Ia menjelaskan biasanya bekerja bersama delapan hingga sembilan rekan dalam satu tim. Tim itu terdiri dari satu orang verifikator, tiga orang pemindai, dan sisanya menjadi petugas entri data. Mereka bertugas menangani data dari dua kecamatan.

Timnya menerima salinan formulir C1 yang berisi rekapitulasi penghitungan suara pemilih di TPS dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pihaknya kemudian mengecek kelengkapannya, lalu dipindai, dan diinput. Setelah itu muncul di bagian verifikasi.

“Tim verifikasi mencocokkan hasil input dan scan, sama atau tidak, baru bisa diverifikasi,” kata Elin saat ditemui CNNIndonesia.com di Kantor KPU Jaksel, Jakarta, Jumat (3/5).

Rekan Elin, Ilham Munniam, menyebut alur kerjanya memang sederhana. Namun pada praktiknya sering kali tak semulus yang direncanakan.

Ilham yang bertugas sebagai pemindai sering kali mendapati salinan C1 diberikan tak tepat waktu. Selain itu, C1 yang diterima juga belum tentu lengkap.

Sehingga petugas entri Situng harus mengembalikannya ke petugas KPPS atau PPK untuk diperbaiki. Ilham dan timnya pun harus menunggu kembali hingga berkas lengkap.

Masalah tak berhenti di situ. Meski sudah lengkap, beberapa kali Ilham menemukan salinan C1 lecek ataupun hanya fotokopian.

Proses unggah ke server KPU juga sering terkendala jaringan. Para petugas terpaksa menunggu dan bahkan mengulang pekerjaan mereka.

Ilham mengaku harus siaga hampir 24 jam pada awal masa entri Situng. Namun, saat ini jam kerja dibagi dua shift. Pukul 08.00-16.00 dan 16.00-08.00 WIB. Ilham biasanya mendapat sif malam karena harus mengunggah pindaian C1 yang membutuhkan kecepatan internet memadai.

“Ada beberapa proses pengulangan kerja yang dari situ bikin capek. Kemudian terjadi human error. Benar-benar pengulangan beberapa kali itu bikin capek,” kata Ilham kepada CNNIndonesia.com di Kantor KPU Jaksel, Jakarta, Jumat (3/5).

Elin menambahkan, masalah lainnya adalah kedisiplinan administrasi petugas TPS. Sering kali tim entri Situng mendapat salinan yang tak sesuai standar.

Misalnya, salinan C1 yang diserahkan tidak ditandatangani saksi atau bahkan tak ada data yang ditulis sama sekali. Elin juga sering menemukan salah penghitungan di salinan yang ia terima.

“Kesalahan angka C1, publik mengiranya kecurangan, kesengajaan. Padahal enggak ada kesengajaan, karena kita riil dari sini (salinan C1). Misalnya, ditulis 2+3=10, kita enggak boleh mengubah walau sudah tahu karena enggak ada wewenang,” ucapnya.

Serangan Tudingan Kecurangan

Meski melakukan kerja yang cukup berat, para relawan masih harus dihadapkan pada tuduhan kecurangan yang digencarkan beberapa pihak.

Raden Nur Kevin, petugas entri Situng Jaksel, saat ini enggan membuka media sosialnya. Sebab sejak awal bertugas, ia menemukan unggahan bernada teror di media sosial.

Kevin diberi tahu seorang teman bahwa foto dirinya dan tim Jaksel diperbincangkan oleh buzzer di media sosial. Dia menjelaskan foto itu dipotret wartawan yang melakukan kunjungan ke tempat entri situng bersama Ketua KPU Arief Budiman beberapa waktu lalu.

Kevin menuturkan dalam unggahan tersebut, timnya dituduh sebagai orang di balik ‘kecurangan KPU’ pada Pemilu 2019.

“Malam kan (foto) di-share sama akun-akun fanbase (buzzer). Kebetulan fotonya tim kami semua. Kami disumpahi kena azab segala macam. Kami melihatnya sakit hati, masukin apa adanya, mau curang gimana?” kata Kevin kepada CNNIndonesia.com.

Teror serupa juga dialami Elin. Ia mengaku sejak menjalani tugas sebagai tim entri Situng Jaksel mendapat teror berupa telepon dari nomor-nomor misterius.

“Karena ramai (tuduhan kecurangan) gitu, banyak masuk telepon atau apa, ‘Jangan jadi orang yang enggak berintegritas.’ Ada juga, ‘Jangan ikut-ikutan main.’” tutur Elin.

“Banyak yang begitu, padahal enggak tahu riil di lapangan seperti apa. Ada beberapa yang saya jelaskan, orang enggak mau tahu,” tambahnya.

Meski begitu, para petugas Situng berusaha tak menghiraukan berbagai ancaman tersebut. Mereka hanya ingin fokus mengerjakan tugas sebagaimana mestinya.

“Ya, namanya mengabdi sama negara, kami serba salah. Enggak punya wewenang mengubah kesalahan di kertas, tapi giliran kami masukin datanya, malah dihujat. Harus sabar saja, enggak boleh terpancing, lakukan yang harus dilakukan saja,” ucap Kevin sembari tersenyum.

Proses rekapitulasi penghitungan suara akan berakhir pada 22 Mei mendatang. Hingga kini, ratusan petugas penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal dunia terus bertambah akibat kelelahan.

Data sementara secara keseluruhan petugas yang tewas mencapai 554 orang, baik dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun personel Polri. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait