Tim Hukum Jokowi Cibir Materi Gugatan Prabowo-Sandi ke MK

Metrobatam, Jakarta – Wakil Ketua Tim Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani menyebut banyak hal yang layak dikritisi dari materi gugatan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilpres 2019.

Bahkan Arsul mencibir, orang yang belajar hukum akan kaget dan tertegun ketika membaca materi gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang disampaikan pada Jumat (24/5) tersebut. Khususnya, menurut dia, pada bagian posita dan petitum gugatan.

“Siapapun yang belajar hukum itu memang agak terkaget-kaget, ada yang terbengong-bengong ketika membaca materi posita. Posita itu dalil-dalil permohonan dan juga petitumnya (tuntutannya),” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5).

Arsul mengatakan banyak hal yang menjadi tuntutan tim Prabowo-Sandi tidak sesuai dengan Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Di antaranya seperti meminta MK menetapkan Prabowo-Sandi yang merupakan pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.

Bacaan Lainnya

Menurut dia, kubu Prabowo-Sandi dalam posita permohonannya tidak bisa merujuk pada pada putusan MK terhadap hasil Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010.

“Kalau saya sebagai advokat, saya ingin mengatakan bahwa kerangka hukum yang ada pada saat MK memutus soal Pilkada Kotawaringin itu berbeda ya,” kata Sekjen PPP itu.

Dia menerangkan kewenangan MK terkait sengketa pilpres hanya sebatas perselisihan hasil pemilu, bukan mendiskualifikasi atau menyatakan pemenang pemilu seperti yang pernah dilakukan MK terhadap hasil Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010.

“Kalau kita bicara hasil perselisihan pemilihan umum, itu mau enggak mau itu bicaranya angka. Kalau kita mengatakan angka yang ditetapkan oleh KPU itu tidak benar maka harus kita buktikan yang benar berapa,” ujar Arsul.

Seperti diketahui, dalam pilkada tersebut ada dua calon bupati, yakni Sugianto Sabran-Eko Sumarno melawan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. KPU telah memutuskan Sugianto-Eko sebagai pemenang. Ujang-Bambang mengajukan gugatan ke MK dengan menggandeng Bambang Widjojanto sebagai pembelanya.

Pada 7 Juli 2010, MK membatalkan putusan KPU Kotawaringin Barat dan mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko dan menyatakan Ujang-Bambang sebagai pemenangnya.

Adapun dalam permohonan gugatan sengketa PHPU yang diajukan Prabowo-Sandi ke MK, sebanyak tujuh poin menjadi petitum atau tuntutan, yaitu:

  1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya;
  2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019;
  3. Menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif;
  4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar’uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019;
  5. Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024;
  6. Memerintahkan kepada Termohon untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau;
  7. Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945. (mb/detik)

Pos terkait