Terkait Soal Lonjakan Dana Bansos di APBD Perubahan 2019, Anggota DPRD Kota Batam Beda Pendapat

Ilustrasi. Suasana rapat paripurna DPRD Kota Batam. ( Foto net)

Metrobatam.com, Batam – Anggota DPRD Batam beda pendapat mengenai melonjaknya anggaran dana Bantuan Sosial (Bansos) di APBD Perubahan 2019.

Anggaran Bansos yang semula Rp 3,3 miliar di APBD murni 2019, naik menjadi Rp 6,3 miliar di APBD Perubahan (APBD-P).

Anggota DPRD Batam, Aman, mengatakan kenaikan dana bansos di APBD-P disebabkan adanya sejumlah kejadian bencana alam di 2019.

Sementara, Dinas Sosial yang membawahi bansos tidak menganggarkan untuk itu, sehingga untuk membantu korban kebakaran, pemerintah daerah mengambil dari biaya tak terduga.

Bacaan Lainnya

”Pos apa saja dan berapa jumlahnya, detail ada di Pak Malik (Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah/BPKAD Batam),” kata Aman, Senin (19/8/2019).

“Tapi yang jelas, salah satunya dapur umum korban kebakaran, karena aturannya harus masuk di pos bansos, sementara tidak dianggarkan, maka di APBD Perubahan ini harus diakomodir menjadi bagian yang tidak dipisahkan,” ujarnya lagi.

Aman juga membantah ada kenaikan atau menambah untuk kegiatan selanjutnya di APBD-P 2019.

”Kita bukan menambah, anggaran itu sudah terealisasi diambil dari biaya tak terduga yang diperuntukkan bagi bantuan korban bencana alam,” paparnya.

Nilainya kata Aman, naik karena di pembukuan anggaran harus dimasukkan ke bansos.
Sama halnya ketika pemerintah memberikan gaji ke-13. Sementara di APBD murni sendiri tidak dianggarkan.

Lalu, pemerintah mengambil dari sumber anggaran lain dan untuk selanjutnya diakomodir pada APBD-P.

”Seperti itu kira-kira karena belanja sudah dilakukan duluan,” jelas politikus PKB tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Komisi IV yang juga anggota Badan Anggaran DPRD Batam Udin P Sihaloho, mengaku, tidak pernah setuju dana bansos dinaikkan.

Alasannya, selain dilakukan pada saat APBD-P, ia melihat penyaluran dana bansos oleh Pemko Batam tidak pernah transparan dan melenceng dari semangat awalnya.

”Misalnya beasiswa untuk anak-anak di Batam, yang dulunya diberikan kepada mereka yang lulus di lima perguruan tinggi negeri ternama,” jelasnya.

“Namun sekarang, lulus di perguruan tinggi lokal swasta pun diberikan bantuan,” sesal Udin.

DPRD Batam pun tidak pernah mendapatkan nama dan alamat (by name by address) siapa penerima dana bansos ini.

”Tak pernah disampaikan ke dewan. Jadi, seolah-olah lembaga DPRD ini sebagai lembaga stempel,” ucapnya.

“Kalau saya pribadi sebaiknya didalami saja mengenai bansos ini, ke mana larinya, biar terbuka semuanya,” tegasnya lagi.

Ia juga mengaku heran dengan skala prioritas pemerintah. Dimana, di satu sisi dana untuk perlindungan anak dinolkan, untuk bansos malah ditambah.

Artinya kata Udin, DPRD berupaya anggaran itu maksimal untuk kesejahteraan masyarakat.

“Jadi kalau misalnya ada kepentingan lain di balik dari penyaluran dana bansos atau hibah saya enggak tahu, biar masyarakat yang menilai,” bebernya.

Disinggung mengenai persetujuan dan pengesahan anggaran ada di Dewan, Udin menjawab betul.

Ia menambahkan, ada 50 orang di DPRD dan semuanya tidaklah sama. Ketika tidak ada kesepakatan di DPRD, bahkan tidak setuju dengan apa yang disampaikan Pemko Batam, beberapa kali rapat paripurna harus ditunda karena tidak kourum.

”Ini bentuk ketidakpuasan dari teman-teman. Apalagi saran-saran kita selama ini hanya dianggap angin lalu oleh kepala daerah sehingga ketika terjadi seperti ini enggak pernah kourum,” ucapnya.

Terpisah, anggota Komisi IV DPRD Batam Riky Indrakari menilai tidak ada konsistensi apa yang sudah dibahas di banggar dengan apa yang difinalisasikan di nota keuangan APBD-P 2019.

”Memang beberapa kali terakhir saya tak ikut membahas,” jelasnya.

Namun lanjutnya, tertundanya pengesahan APBD-P karena apa yang menjadi draf finalisasi ketika direview di Komisi 2, ternyata banyak yang berubah.

“Termasuk dinolkannya dana untuk perlindungan anak,” katanya.

Padahal, pembahasan di komisi dan banggar memakan waktu berhari-hari bahkan sampai malam hari dan masih dilakukan pembahasan.

Namun, ketika difinalisasi terindikasi dimentahkan begitu saja oleh Pemko Batam.

”Banyak teman-teman dewan yang kecewa, apa yang disepakati di banggar ternyata berubah dalam dokumen nota keuangan yang sudah disahkan,” sesalnya.

Riky menyebutkan, ada beberapa kegiatan di Dispora yang cukup besar anggarannya. Namun di APBD murni tidak dialokasikan dan dianggarkan di APBD-P 2019.

Kemudian, ada juga anggaran baju seragam PKK. Kedua kegiatan itu di DPRD diminta dirasionalisasikan dan dipindah ke kegiatan yang lebih pokok dan prioritas.

”Apakah itu masih tetap dipaksakan masuk, kita tak tahu. Kalau masih, berarti indikasi pelanggaran, dalam arti DPRD hanya sebagai stempel pengesahan dan secara etika publik itu buruk,” ucapnya.

Riky menegaskan, APBD-P tetap akan disepakati sesuai jadwal yang ditentukan. Di akhir masa jabatannya, ia tak ingin kepentingan publik tertunda.

”Walaupun kita sudah dicederai di akhir masa jabatan ini, kita ingin menunjukan kepada masyarakat siapa yang membawa kepentingan kelompok atau kepentingan masyarakat pada umumnya, biar masyarakat yang menilainya,” pungkas Riky.

Sumber Berita : Batampos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *