Muhammadiyah: ‘Seks di Luar Nikah Halal’ Ide Profesor Teknik, Bukan Ulama

Metrobatam, Jakarta – Disertasi tentang mahasiswa doktoral UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz, soal ‘seks di luar nikah halal’ menuai kontroversi. Setelah MUI buka suara, kini giliran Muhammadiyah berkomentar. Muhammadiyah menyebut pencetus konsep tersebut bukan ulama.

“Saya kira Muhammad Syahrur (pencetus ide ‘seks di luar nikah halal’ yang dibahas di disertasi Abdul Aziz) itu bukan ulama. Ya apa pun yang dikatakannya, tidak memengaruhi penafsiran. Kalau dia mengemukakan suatu pandangan, pandangannya dipengaruhi oleh keadaan di mana dia tinggal. Dulu dia tinggal di Rusia,” kata Ketua Bidang Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Dadang Kahmad saat dihubungi detikcom, Selasa (3/9/2019).

Dadang juga menjelaskan Muhammad Syahrur, pencetus konsep ‘milk al-yamin’ yang menjadi dasar seks halal di luar nikah itu, merupakan doktor di bidang ilmu teknik. Maka, menurutnya, Syahrur tak begitu berpengaruh legitimasinya untuk menafsirkan ayat Alquran.

“Dia kan doktor teknik. Bukan keluaran bidang agama. Jadi legitimasi dia untuk penafsiran tidak begitu berpengaruh. Kan syarat penafsiran itu ada syarat-syaratnya, misalnya seperti penguasaan bahasa Arab, kontekstual kegamaannya, dan berbagai aspek,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

“Dia kan tinggal di Rusia, negara Barat di mana dia melihat pergaulan di sana,” imbuhnya.

Berdasarkan penelusuran detikcom, dikutip dari buku The New Voices of Islam karya Mehran Kamrava, Muhammad Syahrur merupakan seorang intelektual yang lahir di Damaskus, Suriah, pada 1939. Dia pernah mengenyam pendidikan teknik jenjang PhD di Universitas Nasional Irlandia. Selain itu, dia merupakan Professor Emeritus Teknik Sipil di Universitas Damaskus.

Kendati bukan lulusan di bidang agama Islam, dia memang dikenal kerap menulis soal agama Islam. Salah satu bukunya yang tersohor berjudul ‘The Book and The Quran: Contemporary Reading’.

Kembali ke penjelasan Dadang. Dia menegaskan konsep ‘milk al-yamin’ sudah tidak relevan lagi saat ini, sehingga zina tetaplah haram.

“‘Milk al-yamin’ itu budak pada waktu itu. Kalau sekarang budak tidak berlaku lagi, jadi tidak bisa dimasukkan kepada seks di luar nikah. Kita tetap berpegang teguh mengharamkan zina,” tegasnya.

Sebelumnya, disertasi yang ditulis oleh Abdul Aziz menuai kontroversi karena disebut memperbolehkan hubungan seksual nonmarital atau di luar pernikahan dengan batas-batas tertentu. Pihak UIN Yogyakarta juga buka suara untuk meluruskan misinterpretasi yang terjadi.

Promotor disertasi, Khoiruddin Nasution, menjelaskan, dalam penelitiannya, Abdul mengkaji konsep ‘milk al-yamin’ yang digagas Muhammad Syahrur. Syahrur ialah warga Suriah yang pernah menetap lama di Rusia, negara yang bebas dalam urusan pernikahan.

‘Milk al-yamin’ secara harfiah bisa diartikan ‘kepemilikan tangan kanan’ atau ‘kepemilikan penuh’. Fukaha masa lalu mengartikan ‘milk al-yamin’ sebagai wewenang pemilik atas jariyah (budak perempuan) untuk mengawininya, tapi ia wajib berlaku adil.

Sementara itu, Syahrur memiliki penafsiran berbeda mengenai konsep ‘milk al-yamin’. Menurut Syahrur, tidak hanya budak yang boleh dikawini, tapi juga mereka yang diikat dengan kontrak hubungan seksual. Pandangan Syahrur itulah yang dikaji Abdul Aziz.

“Saya berpandangan bahwa penafsiran M Syahrur terhadap ayat-ayat Alquran tentang ‘milk al-yamin’ atau yang semisalnya cukup problematik. Problemnya terletak pada subjektivitas penafsir yang berlebihan,” ujar promotor lainnya, Sahiron. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *