MUI: Disertasi ‘Seks di Luar Nikah Halal’ Menyimpang, Harus Ditolak

Metrobatam, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi tanggapan resmi usai disertasi tentang ‘konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual nonmarital’ yang ditulis mahasiswa doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Abdul Aziz menuai kontroversi. MUI menilai disertasi tersebut menyimpang dan harus ditolak.

Pernyataan tersebut disampaikan Dewan Pimpinan MUI dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (3/9/2019). Pernyataan ini ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas dan Sekjen Anwar Abbas.

Dewan Pimpinan MUI menyatakan, hasil penelitian Abdul Aziz tersebut bertentangan dengan Alquran dan masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang. Konsep hubungan di luar pernikahan menurut MUI tidak sesuai diterapkan di Indonesia karena mengarah kepada praktik seks bebas yang bertentangan dengan tuntunan ajaran agama dan norma-norma.

Berikut pernyataan Dewan Pimpinan MUI selengkapnya:

Bacaan Lainnya

PERNYATAAN DEWAN PIMPINAN MEJELIS ULAMA INDONESIA

Berkaitan dengan disertasi ‘konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur sebagai keabsahan hubungan seksual nonmarital’ yang ditulis oleh saudara Abdul Aziz mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyajarta, MUI memberikan tanggapan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Saudara Abdul Aziz terhadap konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital) saat ini bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah serta kesepakatan ulama (ijma’ ulama) dan masuk dalam katagori pemikiran yang menyimpang (al-afkar al-munharifah) dan harus ditolak karena dapat menimbulkan kerusakan (mafsadat) moral/akhlak ummat dan bangsa.

2. Konsep hubungan seksual nonmarital atau di luar pernikahan tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena mengarah kepada praktik kehidupan seks bebas yang bertentangan dengan tuntunan ajaran agama (syar’an), norma susila yang berlaku (‘urfan), dan norma hukum yang berlaku di Indonesia (qanunan) antara lain yang diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan nilai-nilai Pancasila.

3. Praktik hubungan seksual nonmarital dapat merusak sendi kehidupan keluarga dan tujuan pernikahan yang luhur yaitu untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata.

4. Meminta kepada seluruh masyarakat khususnya umat Islam untuk tidak mengikuti pendapat tersebut karena dapat tersesat dan terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang oleh syariat agama.

5. Menyesalkan kepada promotor dan penguji disertasi yang tidak memiliki kepekaan perasaan publik dengan meloloskan dan meluluskan disertasi tersebut yang dapat menimbulkan kegaduhan dan merusak tatanan keluarga serta akhlak bangsa.

Jakarta, 3 Muharram 1441 H

3 September 2019 M

DEWAN PIMPINAN

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Wakil Ketua Umum,

Prof. Dr. H. YUNAHAR ILYAS, Lc, MA

Sekretaris Jenderal,

Dr. H. ANWAR ABBAS, M.M., M.Ag

Tidak Mungkin Diterapkan di Indonesia

Rektor UIN Yogyakarta, Yudian Wahyudi, sebelumnya menyebut konsep milk al-yamin ala Syahrur yang dibahas Abdul Aziz tidak mungkin diterapkan di Indonesia apabila tidak mendapatkan legitimasi dari ulama, misalnya dari MUI dan ormas keagamaan lainnya.

“Jika masyarakat menerima maka harus mendapatkan legitimasi dari ijtima. Dalam konteks Indonesia dibuat usulan melalui MUI kemudian dikirim ke DPR agar disahkan menjadi UU. Tanpa proses itu pendapat Syahrur tidak dapat diberlakukan,” ujarnya.

Sementara, Abdul Aziz, sebelumnya juga sudah memberi penjelasan. Dia mengaku sengaja meneliti konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur karena prihatin dengan maraknya kriminalisasi, stigmatisasi dan pembatasan akses terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual nonmarital.

“Harapannya ada pembaharuan hukum Islam. Hukum perdata Islam, hukum pidana Islam, hukum keluarga Islam. Karena saya melihat hukum keluarga Islam baik di Indonesia maupun di beberapa negara yang lain sudah perlu ada pembaharuan,” katanya.

Meski demikian, Abdul menegaskan bahwa konsep milk al-yamin ala Muhammad Syahrur ada beberapa batasan. Di antaranya tidak boleh dilakukan dengan berzina menurut pengertian Syahrur, yakni hubungan seksual yang diperlihatkan ke publik.

“Jadi seorang laki-laki boleh berhubungan seksual dengan perempuan lain secara nonmarital sepanjang tidak melanggar batas-batas. Pertama yang disebut zina. Apa itu zina? Zina di sini yang dimaksud adalah hubungan seksual yang dipertontonkan,” sebutnya.

“Kalau (berhubungan seksual) di kamar, tertutup, itu bukan zina, itu halal. Kedua perempuan yang sudah bersuami, yang ketiga dilakukan secara homo, dan yang keempat dengan sex party. Kemudian nggak boleh incest. Selain itu semua boleh,” tutupnya. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *