Setiap Tahun Tanah Turun 1-20 Cm, Bandung Raya Terancam Krisis Air di 2030

Metrobatam, Bandung – Wilayah Bandung Raya mengalami laju penurunan tanah (land subsidence) yang mengkhawatirkan. Penurunan tanah di sejumlah titik bisa mencapai 1-20 centimeter per tahunnya.

Peneliti sekaligus dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas mengatakan, fenomena tersebut mulai terdeteksi sejak tahun 1980-an di wilayah cekungan Bandung.

“Penelitian kami dilakukan secara berkelanjutan dari tahun 2000, tiap tahun kita ukur dengan menggunakan citra satelit dan GPS,” ujar Andreas saat dihubungi detikcom, Rabu (4/12/2019).

Menurut Andreas, daerah yang terjadi penurunan tanah yang signifikan terjadi di Cimahi, Dayeuhkolot, Gedebage, Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Katapang.

Bacaan Lainnya

“Kalau dijumlahkan sudah ada yang ambles hingga 3 meter, di beberapa tempat ada yang 4 meter. Fenomenanya bisa terlihat dari dinding dan fondasi rumah yang retak, ada juga rumah yang lokasinya jadi lebih bawah dari badan jalan,” kata Andreas.

“Kalau di Cimahi, ada di Leuwigajah. Tepatnya di wilayah industri,” ucap Andreas melanjutkan.

Namun untuk dampak yang lebih masif, penurunan tanah bisa membuat cekungan sehingga memperluas area banjir di sejumlah titik seperti Dayehkolot dan Rancaekek.

Dari hasil penelitiannya, fenomena penurunan tanah di Bandung lebih cepat dan luas dibandingkan dengan kota lainnya seperti Jakarta, Pekalongan atau Surabaya. “Jika Bandung berada di bibir pantai, mungkin akan lebih cepat tenggelam,” katanya.

Korelasi fenomena ini berbanding lurus dengan eksploitasi air tanah yang tak terkendali. Meski demikian, ia tak menapik jika faktor lainnya seperti gejala tektonik, pembangunan infrastuktur, pertumbuhan populasi dan industri berpengaruh

“Pertumbuhan penduduk di Bandung juga berpengaruh, banyak yang mengambil air tanah dalam. Kesulitan ini juga diakui PDAM dalam menyediakan air, yang paling kita soroti itu masalah eksploitasi air,” katanya.

Andreas menambahkan, setiap tanah ambles satu meter akan berdampak terhadap penurunan air tanah dalam sedalam 20 meter.

“Air tanah dalam itu kalau 45 meter sudah rusak, apalagi di Bandung sudah ada yang mencapai 4 meter, artinya tanah dalamnya ada di kedalaman 100 meter,” katanya.

“Penurunan tanah ini ada yang 3 meter, 4 meter dikalikan minus 20 meter. Kalau empat meter saja jadi minus 80 meter. Indikatornya, sudah 45 meter saja, kategori air tanahnya sudah krisis, di Bandung sudah ada yang 50-80 meter,” katanya.

Artinya, kata Andreas, ada indikasi Bandung akan mengalami krisis air tanah dan krisis air bersih. “Kita proyeksikan 30 tahun lagi kita bisa kekurangan air kalau tidak melakukan aksi dari sekarang. Pertimbangkan warisan apa untuk anak cucu kita,” katanya.

Ia berharap pemerintah bisa bergerak cepat dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai lapisan tanah di Bandung. “Agar lebih komprehensif dan sinergi dengan akademisi geodesi,” katanya.

Ia pun meminta agar warga juga bisa memanen air dengan teknologi water harvesting, daur ulang air atau dengan biopori. “Dengan biopori bisa, tapi kurang efektif, karena yang harus diisi ulang itu air tanah dalam, harus diinjeksi. Memang biayanya agak mahal,” katanya. (mb/detik)

Pos terkait