Buku Ini Ungkap Dokumen Skenario Penjatuhan Gus Dur, Ada Nama Fuad Bawazier

Metrobatam, Jakarta – Sebuah buku berjudul ‘Menjerat Gus Dur’ meramaikan publik beberapa waktu terakhir. Buku tersebut menyeret sejumlah nama-nama penting yang diduga terlibat dalam skenario pelengseran Presiden ke-4, Abdurrahaman Wahid (Gus Dur), 18 tahun lalu.

Penelusuran CNNIndonesia.com, buku karya Virdika Rizky Utama yang terbit pengujung 2019, bersandar pada sebuah dokumen yang dinilai sang penulis sebagai naskah rahasia. Sosok utama dalam skenario penjatuhan Gus Dur tertuju kepada Fuad Bawazier.

“Dokumen penjatuhan Gus Dur, ditemukan di Kantor DPP Partai Golkar pada medio Oktober 2017… Saat saya melakukan transkrip, saya melihat beberapa tumpukan kertas teronggok, dibuang,” ujar Rizky Virdian dalam kolomnya di Alif.id, diakses CNNIndonesia.com, Rabu (8/1).

Dalam dokumen rahasia tersebut, surat yang tertulis dibuat oleh Fuad Bawazier tertanggal 29 Januari 2001 itu mengusung tajuk Skenario Semut Merah (SEMER) yang ditujukan kepada Ketua DPR Akbar Tanjung.

Bacaan Lainnya

Fuad Bawazier yang juga merupakan tokoh sentral dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) tersebut memuat sedikitnya tujuh laporan garis besar dan sejumlah rekomendasi dari skenario penggulingan Gus Dur.

Pertama, bunyi tulisan yang diduga dibuat Fuad Bawazier itu, BEM Perguruan Tinggi Negeri(PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) seluruh Indonesia telah dirancang untuk berkoordinasi dengan kelompok kanan ormas Islam untuk mengepung Senayan untuk menekan DPR agar menerima kerja pansus yang menyatakan Gus Dur telah menyalahgunakan kekuasaan.

Kedua, masih dalam surat yang ditujukan untuk Akbar Tanjung tersebut, saat sidang paripurna digelar, mahasiswa akan bergabung dengan massa pemuda Partai Keadilan dan sejumlah ormas lainnya. Ketiga, Fuad Bawazier mengklaim telah memperoleh dukungan dari sejumlah orang yang mempengaruhi beberapa kantong massa PDIP untuk melakukan demonstrasi menyikat Gus Dur di sidang parlemen.

Keempat, melakukan aksi borong dolar di pasar vaulta asing untuk menjatuhkan nilai tukar rupiah. Kelima, kerja media massa yang bertugas menggiring opini. Dalam klaim tersebut, surat tersebut menyebut dua nama petinggi media massa saat itu.

Keenam, masih dalam surat tersebut, yakni penggiringan opini publik oleh para tokoh dan cendekiawan atas kegagalan pemerintahan Gus Dur lewat tulisan di media massa. Ketujuh, yakni klaim mengenai tugas yang diberikan kepada Din Syamsuddin untuk mengendalikan MUI lewat kasus Ajinomoto telah berhasil memaksa para ulama dan tokoh agama mencabut dukungannya kepada presiden.

Merespons tudingan dalam buku tersebut, Fuad Bawazier tegas membantah.

“Saya tidak pernah menulis surat kepada Akbar Tanjung. Dan tidak ada satu pun sumber yang menguatkan atau mengetahui surat seperti itu,” kata Fuad Bawazier kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan kemarin.

Fuad menyebut buku tersebut tak lebih dari sebuah tulisan sampah yang tak layak dibaca. Menurutnya, sang penulis mesti belajar lagi lebih baik untuk mengolah dokumen sejarah.

“Biarkan (buku) sampah dibaca sampah, barang sampah, penulisnya sampah. Bagi saya begitu saja karena tidak memenuhi kadar. Gak ada yang bisa memperkuat satu pun bahwa ada dokumen yang seperti itu,” tegas Fuad. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait