DPR-Pemerintah Sepakat Hapus Tenaga Honorer dari Pemerintahan

Metrobatam, Jakarta – Rapat kerja Komisi II DPR RI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) kemarin menyepakati tenaga honorer secara bertahap tak ada lagi dari lingkungan pemerintahan.

Sesuai dengan Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, di pemerintahan memang tak ada istilah tenaga honorer. Hanya ada pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arif Wibowo menegaskan penghapusan tenaga honorer itu sejalan dengan undang-undang tersebut.

Dalam risalah rapat yang didapat, DPR, Kementerian PAN RB dan BKN sepakat untuk memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah selain PNS dan PPPK sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Bacaan Lainnya

“Dengan demikian ke depannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawai seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya,” demikian bunyi risalah rapat tersebut.

Plt Kepala Biro Humas BKN Paryono membenarkan isi risalah rapat tersebut.

Sementara Arif Wibowo dikutip dari laman resmi DPR menyatakan, kebijakan kepegawaian dalam pemerintah tidak boleh diskriminatif. Ia menyatakan selama ini masih ada rekrutmen pegawai pemerintah yang jenisnya di luar dari yang sudah diatur oleh undang-undang.

“Sementara saat ini [faktanya] masih ada. Bahkan di daerah-daerah masih mengangkat pegawai kontrak. Yang mengenaskan, mereka dibayar, masuk dalam kategori barang dan jasa, bukan lagi SDM,” kata politikus PDIP tersebut.

Melihat hal itu, Arif meminta pemerintah untuk memastikan sistem kepegawaian nasional bisa berjalan sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 2014. Sebab, beleid tersebut hanya mengenai jenis kepegawaian PNS dan PPPK.

Paryono menambahkan berdasarkan UU 5/2014 tentang ASN hanya dikenal dua pegawai yakni PNS dan PPPK. Sementara itu untuk status lain, termasuk tenaga honorer tidak ada di dalam undang-undang tersebut.

“Sehingga kemarin Pak Arif [Komisi III DPR] mendorong ke depannya sudah tidak lagi tenaga honorer, tetapi hanya ada PNS dan PPPK,” ujar Paryono saat dihubungi, Selasa (21/1).

Paryono menjelaskan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan yang teridentifikasi saat ini misalnya adalah guru dan tenaga administrasi. Ia menyatakan pegawai honorer dan PPPK itu pun tak bisa disamakan meskipun diangkat untuk waktu tertentu.

“Beda, kalau tenaga honorer itu gajinya enggak jelas. Kalau PPPK, gajinya disetarakan dengan PNS,” tuturnya. “Sekarang ini kan ada (salah satunya) guru honorer yang gajinya kecil.”

Ia mengatakan khusus untuk PPPK sendri telah diatur secara resmi dalam PP Nomor 49 Tahun 2018. Dalam PP tersebut, kata dia, diatur tentang manajemen PPPK di antaranya terkait penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kinerja, dan pengembangan kompetensi.

“Sementara hal tersebut tidak diatur untuk tenaga honorer,” katanya.

Meskipun berada di lingkungan pemerintahan, Paryono mengatakan keberadaan para tenaga honorer itu meskipun banyak tapi tak terdata di BKN.

“Yang ada data di BKN saat ini adalah PNS, ke depan termasuk PPPK yang sebentar lagi diangkat, yang kemarin sudah lulus tes,” katanya.

Sementara itu mengenai mulai kapan pelarangan perekrutan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan seluruh Indonesia tersebut, Paryono menjawab, “Sebenarnya di PP 49/2018 sudah ada larangan itu.”

Pada Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun2018 yang terdiri atas tiga ayat dilarang bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

Ayat dua dituliskan larangan itu berlaku pula bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintahan yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK.

Jika ada pelanggaran, pada ayat ketiga dijelaskan sanksi akan diberikan kepada PPK atau pejabat tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah sudah melarang pemerintah daerah dan sekolah untuk merekrut guru honorer. Oktober 2018, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Muhadjir Effendy mengingatkan para kepala sekolah negeri untuk tidak lagi merekrut guru honorer. Perekrutan guru honorer menurutnya melanggar peraturan pemerintah.

“Larangan sekolah merekrut guru honorer telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48/2005 Jo PP No 43/2007,” kata Muhadjir di Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Jumat (12/10), di depan ratusan kepala sekolah dan guru se-Kabupaten Sumbawa Barat seperti dilansir dari Antara.

Muhadjir mengatakan salah satu permasalahan yang sedang diselesaikan Kemendikbud adalah persoalan guru honorer di sekolah negeri yang diangkat hanya dengan surat keputusan kepala sekolah.

Sementara Agustus 2018, Menteri PAN RB Syafruddin meminta pemerintah daerah juga tak lagi merekrut tenaga honorer. Bagi pemda yang tetap merekrut honorer akan dikenakan sanksi. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait