Mahfud Sebut WNI Bekas Simpatisan ISIS Berpotensi Sebarkan Virus Terorisme

Metrobatam, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan Warga Negara Indonesia (WNI) bekas simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang pulang dari Suriah berpotensi menyebarkan virus terorisme di dalam negeri.

“Pertimbangan lainnya dia bisa menjadi virus yang menularkan terorisme,” kata dia, di Jakarta, Selasa (28/1).

Menurutnya, tantangan selepas kekalahan ISIS adalah kembalinya teroris pelintas batas atau foreign terrorist fighters (FTF) dari Suriah. Saat ini, kata dia, terdapat 660 WNI yang masuk dalam jaringan FTF. Dari jumlah itu, banyak yang berpotensi untuk kembali ke tanah air.

“Kembalinya para returnees dari Suriah yang saya katakan balik ke Indonesia yang bisa menimbulkan masalah baru dalam penanggulangan terorisme di tanah air,” kata dia.

Bacaan Lainnya

Pemerintah, kata dia, saat ini berhati-hati menyikapi hal tersebut agar tak salah langkah. Ia mengaku WNI itu masih memiliki hak untuk pulang ke Indonesia karena dijamin konstitusi. Di sisi lain, pemerintah khawatir kedatangan mereka bisa menyebarkan terorisme di tanah air.

Keluarga militan ISIS mengungsi usai gempuran di salah satu basis di Suriah, 2019.Keluarga militan ISIS mengungsi usai gempuran di salah satu basis di Suriah, 2019. (Fadel SENNA / AFP)

Melihat hal itu, Mahfud menyatakan pihaknya sedang mempertimbangkan berbagai upaya agar tak melanggar hukum dan HAM para WNI eks simpatisan ISIS sekaligus tak membahayakan negara.

“Gimana agar tidak membiarkan virus-virus teror tumbuh di sini, lalu sedang dipertimbangkan caranya agar tidak melanggar hukum dan HAM,” kata dia.

Mahfud juga menggarisbawahi soal metode pendanaan kelompok teroris yang saat ini makin canggih.

“Pengiriman uang antar-teroris itu tidak konvensional, [biasanya] dilacak lewat bank lewat rekening, sekarang udah canggih. sehingga dibicarakan pola-polanya yang harus dihadapi,” kata Mahfud.

Ia mencontohkan dengan metode pola tersebar dimana uang itu dibawa oleh orang-orang yang berbeda.

“Dibawa bermacam, banyak orang, sehingga tidak menyatu, atau dibawa dengan tas, lalu dikumpulkan di sini untuk merakit bom. Lalu mendirikan apa, mendirikan apa,” kata dia.

Mahfud Cari Jalan WNI Simpatisan ISIS Tak Sebar Terorisme Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

Melihat hal itu, Mahfud menyatakan perlunya kerja sama internasional untuk mengantisipasi hal tersebut. Sebab, gerak gerik terorisme kini sudah melintasi batas negara di seluruh dunia

“Sekarang sudah sangat cair tuh terorisme itu melintasi berbagai batas-batas negara yang sudah tidak lagi secara fisik bisa dihalangi. Itu aja,” kata dia.

Soal target teroris, ia menyebut aparat penegak hukum masih menjadi musuh utamanya. Misalnya, Detasemen Khusus 88/Antiteror Polri, anggota Polri, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), hingga TNI.

“Kita harus hati-hati. Serangan terhadap aparat penegak hukum perlu diantisipasi bahwa aparat penegak hukum masih dianggap sebagai musuh utama oleh para pelaku teror,” kata Mahfud.

“Termasuk TNI, militer, meskipun dalam konsep konstitusi kita militer itu tidak dianggap sebagai penegak hukum tetapi dia juga jadi sasaran,” tambah dia.

Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Hamli mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial, Kementerian Agama, dan akademisi terkait pemulangan WNI simpatisan ISIS. Pasalnya, para simpatisan ISIS perlu dibenahi sisi psikologis dan ideologisnya.

“Kami akan kerja sama dengan berbagai pihak, terutama Kemensos, karena yang punya tempat itu Kemensos, yang nanti akan menampung, kemudian kementerian agama, kemudian akademisi,” kata Hamli di Jakarta, Kamis (20/6).

Saat masih menjabat Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu mensyaratkan ikrar setia kepada Pancasila dan NKRI bagi para WNI simpatisan ISIS yang ingin kembali ke Indonesia.

‘Tukang Debat’ ILC Gagal Paham Radikalisme

Mahfud juga menyindir ‘tukang debat’ yang kerap hadir dalam acara Indonesia Laywers Club di sebuah stasiun televisi karena dianggap gagal memahami istilah radikalisme

Mahfud enggan menyebut ‘tukang debat’ di ILC yang dia maksud. Namun ia menyebut tukang debat itu kerap menyatakan bahwa pemerintah tak mengerti istilah radikalisme.

“Kalau misalnya kita mendengar di ILC seorang ahli debat di ILC meskipun kadang isinya sering salah juga, [mereka] mengatakan ‘pemerintah itu gak tau arti radikal, radikal itu kan baik’,” kata Mahfud menirukan tukang debat ILC, Selasa (28/1).

Tukang debat di ILC itu, disebut Mahfud mengartikan radikal sebagai satu pemikiran mendasar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang secara filosofis benar, untuk tujuan kebaikan dan substantif.

Mereka, lanjut Mahfud, mencontohkan Sukarno sebagai radikal yang memerdekakan Indonesia. Pun Nabi Muhammad disebut mereka radikal karena menghancurkan kesewenang-wenangan kaum Quraisy.

Namun Mahfud mengingatkan para tukang debat itu hanya memaknai radikal dari satu sisi saja. Padahal, di Kamus Besar Bahasa Indonesia kata radikal ada beberapa makna. Makna lain adalah radikal menurut KBBI, kata Mahfud tindakan kekerasan untuk mengubah sesuatu, sistem yang sudah mapan.

“Itu arti radikal di kamus yang sama,” ujar dia.

Mahfud melanjutkan dalam kasus kata radikal yang memiliki beberapa arti, yang dipakai adalah arti secara hukum. Mahfud kemudian merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme.

“Dari sekian banyak arti radikalisme yang dipakai UU Nomor 5 tahun 2018, radikalisme itu tindakan kekerasan antipemerintah, anti-NKRI, antiideologi, sehingga semua orang dianggap salah kalau tidak ikut dia. Itu ada,” ujar Mahfud.

Mahfud menguraikan dalam UU yang sama juga ada arti kata dari ‘kontra radikalisasi’, ‘terpapar’, hingga ‘radikalisasi’. “Sehingga jangan disalahpahami dong,” katanya.

“Jadi kalau Bung Karno dikatakan radikal iya yang dilawan siapa? Penjajah, kezoliman. Enggak ada musyawarah waktu itu. Sekarang tidak perlu perubahan radikal. Perubahan sekarang gradual saja,” ujar Mahfud menambahkan. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait