Rekrutmen Dinilai Sarat Nepotisme, Keluarga Gubernur-Sekda Riau Jadi Pejabat

Metrobatam, Pekanbaru – Pelantikan keluarga Gubernur Riau Syamsuar dan Sekda Yan Prana Jaya menjadi pejabat menuai kontroversi. Langkah ini dinilai sarat nepotisme

“Ketika kita dituntut untuk melakukan reformasi seluruh aspek berbangsa dan bernegara meninggalkan praktik birokrasi feodal itu, justru sekarang di era yang sudah modern kok Pemprov Riau melakukan praktik itu (feodal),” kata pemerhati sosial politik dari Universitas Riau (UR) Tito Handoko saat berbincang, Senin (13/1/2020).

Tito menilai pelantikan sejumlah pejabat dari keluarga Gubernur dan Sekda Riau bertolak belakang terhadap dua hal. Di satu sisi, harusnya Pemprov Riau menunjukkan semangat menuju reformasi birokrasi agar birokrat bekerja profesional dan lincah dan menimbulkan image positif.

“Tapi praktik rekrutmennya tertutup, nepotisme, bagaimana mau menciptakan birokrasi yang lincah sementara praktik rekrutmennya masih begitu,” kata Tito.

Bacaan Lainnya

Tito menjelaskan, pelantikan tersebut terkait aspek administrasi pemerintahan, kelayakan profesionalisme dan kompetensi. Yang kedua, lanjut Tito, terkait aspek etika, moral, birokrasi, pelayanan publik, dan penyelenggaraan birokrasi. Dua sisi ini dia nilai sangat dilematis.

“Dilematisnya, pertama agak sulit rasanya melepaskan diri para pejabat publik itu dari kebenturan kepentingan. Misalnya, saya kepala dinas. Kabid dan kasubag saya itu seperti yang dilantik kemarin itu ada dari keluarga gubernur dan Sekda. Bagaimana saya bisa melepaskan diri dari konflik kepentingan dengan mereka,” kata Tito.

Menurut Tito, pelantikan ini akan membuat para pengambil kebijakan dalam hal ini kepala dinas tidak akan lincah dalam mencapai target di pemerintahan.

“Dalam praktik kinerja tentu tidak akan lincah para pengambil kebijakan di OPD (organisasi perangkat daerah) itu,” kata Tito.

Dalam aspek teoritis, sambung Tito, praktik nepotisme itu, apa pun alasannya, merupakan bentuk kemunduran reformasi birokrasi.

“Saya melihatnya justru rekrutmen pejabat publik di Riau keseluruhan di kabupaten dan kota, itu masih diselenggarakan dengan cara yang tertutup, terutama eselon III dan IV. Walau ada asesmen secara terbuka, tapi kan asesmen itu tidak memunculkan nama-nama itu ke publik,” kata Tito.

Sepanjang nepotisme itu tidak bisa ditinggalkan dalam menempatkan posisi pejabat, sambung Tito, ini akan berdampak buruk bagi pembangunan. Eskalasi pembangunan daerah tidak akan berjalan dengan maksimal.

“Untuk birokrasi yang profesional itu dibutuhkan memisahkan hubungan patron klien. Nah ini kan kalau masih imperson, non-impersonal artinya praktik birokrasi feodal itu masih dilakukan sampai hari ini. Termasuk dilantiknya para pejabat publik dari lingkungan keluarga itu,” kata Tito.

Sementara itu, Asisten III Pemprov Riau, Indrawati Nasution, membantah soal tudingan pelantikan yang sarat kekeluargaan itu. Dia menegaskan tak ada aturan yang dilanggar.

Dia menyebutkan semua tahapan pengangkatan pejabat eselon III dan IV sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kalau dia menantu gubernur apa dia tidak punya kesempatan untuk dilantik. Sepanjang memenuhi persyaratan, menantu kan cuma satu. Dan memang basic di situ gitu, sarjana ekonomi. Sah-sah saja. Ketentuan tentang ASN tidak ada yang tabrak-tabrak,” ucap Indrawati. (mb/detik)

Pos terkait