Soal Ambang Batas Parlemen dan Presiden, PKS Wacanakan 7 Persen

Metrobatam, Jakarta – Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mardani Ali Sera mengusulkan agar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas presiden (presidential threshold) ditetapkan pada angka yang sama yakni 7 persen.

Pernyataan itu disampaikan Mardani merespons rekomendasi politik Rakernas I PDIP terkait peningkatan ambang batas parlemen sekurang-kurangnya 5 persen.

Mardani menilai dengan menurunkan ambang batas presiden dari 20 ke 7 persen akan membuka peluang untuk menghadirkan jumlah calon presiden yang lebih banyak dibandingkan yang disajikan di dua pemilihan presiden (pilpres) terakhir.

Dia mengatakan sebagai awal, maka angka 7 persen juga seharusnya diterapkan dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Bacaan Lainnya

“[Kami] apresiasi kepada usulan PDIP, karena PKS pada posisi lebih advance kami lagi berharap 7 persen. Tapi begini, bukan cuma buat pileg buat pilpres dan buat pilkada juga jadi untuk pilpres dan pilkada kita turunkan ke 7 persen,” kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (14/1).

Anggota Komisi II DPR RI itu menerangkan situasi di mana hanya terdapat dua pasangan capres-cawapres di dua pilpres terakhir telah membuat biaya sosial jadi tinggi. Menurutnya, situasi tersebut akan berbeda bila pilpres menghadirkan jumlah pasangan capres-cawapres lebih dari dua.

Mardani mengatakan PKS juga mengusulkan agar ambang batas parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota mulai diberlakukan pada 2024 mendatang.

Dia menyatakan ambang batas parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota bisa ditetapkan di angka 4 dan 3 persen.

“Untuk pileg dengan 7 persen, dia terangkat itu untuk pusat. Kalau untuk provinsi sama kabupaten saya setuju dengan PDIP, 4 dan 3 persen,” sambungnya.

Terkait sistem proporsional tertutup, Mardani menyatakan sependapat dengan PDIP. Namun, dia mengusulkan agar diambil jalan tengah untuk penerapan proporsional tertutup, yakni tergantung perolehan terbanyak suara partai politik atau akumulasi caleg.

“Kalau di satu dapil 50 persen plus satunya itu miliknya partai, maka tertutup. Tetapi kalau 50 persen plus satunya punyanya caleg, maka dia terbuka,” kata Mardani.

Ia juga menyarankan agar dilakukan revisi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik sehingga memaksa partai politik agar melakukan konvensi sebelum pemilu.

“(Seperti) di Amerika Serikat, konvensi dulu baru kemudian yang ditetapkan itu yang dibawa keluar, tetapi sudah hasil konvensi dulu. Di dalam ada kompetisi dulu dan itu terbuka diikuti oleh masyarakat,” tutur Mardani.

Sebelumnya, PDIP memperjuangkan agar perubahan UU Pemilu bisa mengembalikan Pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup dan peningkatan ambang batas parlemen sekurang-kurangnya 5 persen.

Saat ini seperti diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 4 persen.

Tak hanya itu, PDIP mendorong perubahan besaran daerah pemilihan (district magnitude) menjadi 3-10 Kursi untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota dan 3-8 Kursi untuk DPR RI. Lalu melakukan moderasi konversi suara menjadi kursi dengan Sainte Lague Modifikasi.

“Itu dalam rangka mewujudkan presidensialisme dan pemerintahan efektif dan penguatan serta penyederhanaan sistem kepartaian serta menciptakan pemilu murah,” kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristianto. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait