Draf Omnibus Law Cipta Kerja, Jokowi Ubah Rumus Pesangon

Metrobatam, Jakarta – Jokowi mengubah rumus perhitungan pesangon bagi para buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Perubahan tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-undang Cipta Kerja.

Dalam draf RUU yang didapat CNNIndonesia, komponen yang nantinya digunakan sebagai dasar perhitungan pesangon dan uang penghargaan masa kerja buruh ada dua. Pertama, upah pokok pekerja. Kedua, tunjangan tetap yang diberikan kepada buruh dan keluarganya. Rumus tersebut berbeda bila dibandingkan dengan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Dalam UU Ketenagakerjaan yang masih berlaku hingga saat ini, komponen yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti yang seharusnya diterima pekerja adalah upah pokok.

Komponen lain, segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/ buruh dan keluarganya. Tunjangan tersebut termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja secara cuma-cuma yang apabila catu harus dibayar pekerja atau buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar pekerja.

Bacaan Lainnya

Meskipun rumus perhitungan pesangon berubah, dalam beleid tersebut jumlah pesangon yang diberikan kepada pekerja bila terjadi PHK tidak mengalami perubahan. Untuk buruh yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun, besaran pesangon 1 bulan gaji.

Untuk yang bekerja dalam waktu 1 – 2 tahun, pesangon 2 bulan upah. Untuk yang bekerja 2-3 tahun, besaran pesangon 3 bulan upah dan seterusnya. Besaran pesangon paling banyak sembilan kali upah yang diberikan bagi buruh yang masa kerjanya 8 tahun atau lebih.

Selain perubahan formula pesangon, dalam draf tersebut Jokowi juga mengubah ketentuan soal proses melakukan pemutusan hubungan kerja. Dalam draf RUU tersebut, PHK dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh.

Bila kesepakatan tersebut tidak tercapai, penyelesaian PHK dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sementara itu dalam UU Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, sebelum PHK dilakukan, pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus mengusahakan agar pemutusan tersebut tidak terjadi.

Bila PHK tidak bisa dihindari, maka kebijakan tersebut wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau buruh atau dengan pekerja bila mereka tidak tergabung dalam serikat pekerja. Baru, setelah perundingan tersebut gagal membuahkan hasil, pengusaha baru bisa melakukan PHK setelah mereka memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

CNNIndonesia.com mencoba meminta penjelasan dari Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono atas kebenaran isi draf ruu tersebut. Tapi sampai berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan responsnya.

Sebagai informasi, pemerintah memang berencana menerbitkan Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja. Klaim pemerintah, aturan tersebut diterbitkan untuk memacu investasi.

Namun, rencana tersebut mendapatkan tentangan dari buruh. Mereka khawatir keberadaan UU Cipta Kerja tersebut nantinya akan mengganggu hak buruh.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal beberapa waktu lalu mengatakan hak buruh yang berpotensi diganggumelalui penerbitan beleid tersebut adalah pesangon dan upah.

“Pengenalan upah per jam akan mengakibatkan upah minimum bakal terdegradasi bahkan hilang. Buruh akan dihitung per jam dalam jam kerjanya. Kalau dia bekerja dalam satu bukan hanya 2 minggu, maka dapat dipastikan upahnya hanya sepertiga atau paling tinggi setengah dari nilai upah minimum yang berlaku di satu daerah tertentu,” kata dia, Senin (20/1). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait