Dilema Pekerja di Jakarta yangTetap Bekerja di Tengah Ancaman Corona

Metrobatam, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menetapkan status tanggap darurat virus corona (Covid-19) pada Jumat (20/3) lalu hingga 14 hari ke depan, dan dapat diperpanjang jika keadaan tak kunjung membaik.

Anies juga mengimbau pelaku usaha menghentikan sementara kegiatan perkantoran dan mendorong karyawan bekerja di rumah. Hal itu tertuang dalam seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020.

Berdasarkan data pemerintah pada Minggu (22/3), pasien positif Covid-19 mencapai 514 orang, 48 orang di antaranya meninggal dan 29 orang dinyatakan sembuh. Dari 514 orang, sebagian besar penularan masih berada di Jakarta dan sekitarnya.

Terkait imbauan Anies, CNNIndonesia.com meminta pendapat beberapa pekerja tentang hal tersebut. Ternyata masih banyak perusahaan tidak mematuhi arahan pemerintah dan mewajibkan karyawan mereka tetap ke kantor untuk bekerja pekan depan.

Bacaan Lainnya

Dini, karyawan di salah satu perusahaan jasa telekomunikasi di bilangan Sudirman, Jakarta mengatakan masih harus bekerja hari ini. Padahal situasi perkantoran juga sedang tak kondusif lantaran ada tiga karyawan di gedung tempatnya bekerja ditetapkan sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP) pada Jumat (20/3) lalu.

Kantor hanya memberlakukan sistem bergantian antara bekerja di rumah dan di kantor.

Dini juga belum mendapat perintah untuk menjalani tes kesehatan sampai saat ini, meski ketiga PDP sempat berdesakan di lift dengan pekerja lainnya.

“Sebelumnya tidak diberlakukan kerja dari rumah sama sekali, jam kerja juga tidak dikurangi. Jumat kemarin (20/3), tiba-tiba bos umumin giliran (shift) masuk kantor dan rumah. Ternyata di gedung kantor ada tiga orang PDP,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Jerry juga menjadi salah satu karyawan perkantoran Jakarta yang tak bisa bekerja dari rumah. Jerry menyampaikan kebijakan manajemen memaksanya bekerja di kantor meski resiko tertular corona sudah di depan mata.

“Memang tidak bisa libur atau kerja dari rumah. Itu sudah kebijakannya,” kata Jerry.

Jerry bekerja di salah satu perusahaan penjualan dua merek jam tangan. Sehari-hari ia harus berangkat dari tempat tinggalnya di daerah Sawangan, Depok, Jawa Barat, menuju Radio Dalam, Jakarta Selatan menggunakan sepeda motor.

Setiap hari Jerry harus memastikan pasokan jam tangan dari tempatnya bekerja ke tiga pusat perbelanjaan di DKI yaitu Grand Indonesia, Plaza Indonesia, dan Central Park berjalan lancar.

“Yang nganter ada kurir, tapi sesekali saya juga harus keliling ke mall tersebut untuk memantau,” kata Jerry.

Imbauan Tak Mempan

Jerry tidak menampik ada kekhawatiran terkait terpapar corona selama bekerja. Namun, di sisi lain tuntutan pekerjaan tidak bisa ditolak. Jerry berpendapat selama kebijakan pemerintah hanya anjuran atau imbauan, kantor tempatnya bekerja tetap beroperasi normal.

Terlebih, Jerry menambahkan sampai saat ini belum ada ketentuan pemerintah pusat dan daerah yang melarang penuh pusat perbelanjaan tutup sebagai bentuk pencegahan penularan corona.

“Ingin kerja di rumah, tapi kan kalau tidak berangkat nanti tidak digaji dong. Karena toko di dalam mall. Selama mall tidak tutup, ya kami juga tidak. Mungkin kalau pemerintah yang bikin kebijakan untuk tutup semua toko, baru kantor tempat gue kerja tutup,” kata Jerry.

Dini mengungkapkan atasannya sudah mengusulkan agar karyawan bekerja dari rumah untuk pekerjaan pada bagian tertentu. Namun, usulan tersebut ditolak pihak manajemen.

Sebagai solusi, perusahaan tempat Dini bekerja hanya melonggarkan karyawan untuk bekerja di kantor setiap dua hari sekali.

Pekerja lain di Jakarta, yaitu Della masih menunggu dengan penuh kecemasan terkait kebijakan kantornya pasca imbauan Anies.

Hingga saat ini Della mengatakan perusahaan tempatnya bekerja belum menentukan status karyawan apakah bakal diliburkan sementara, bekerja dari rumah, atau bekerja di kantor seperti biasa. Namun, selama satu pekan terakhir sejak Covid-19 terus meluas, Della masih tetap bekerja seperti biasa di kantornya, kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

“Belum tau ini besok bagaimana, belum ada info apa-apa,” kata Della yang bekerja pada kantor cabang perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

Della mengatakan pasrah dengan kebijakan perusahaan yang tidak sejalan dengan arahan pemerintah itu.

“Ya mau bagaimana lagi, risiko pekerjaan juga. Coba bayangin kalau perbankan kerja dari rumah? Gue sih jadi lebih ikhlas aja nyikapin semuanya. InsyaAllah yang gue kerjain ibadah dan menjadi ladang pahala buat gue. Ikhlas aja,” kata Della.

Semakin Tertekan

Rina, seorang jurnalis radio di Jakarta yang berdomisili di kawasan Pasar Minggu, juga harus berjibaku dengan pekerjaannya di tengah virus corona.

Rina mengatakan ‘tekanan’ kini bukan cuma dari pekerjaan, melainkan khawatir terinfeksi virus corona. Belum lagi rasa was-was selalu melanda saat bepergian dalam tugas liputan.

“Jujur was-was juga karena yang dihadapi sesuatu yang kasat mata, tidak bisa lihat juga gejalanya pada orang sekitar. Menurut saya layanan transportasi umum sebaiknya jangan dibatasi biar bisa social distancing di layanan transportasi umum,” kata Rina.

Sementara itu Della mengatakan selama satu pekan terakhir ia sudah melakukan sejumlah langkah pencegahan seperti menggunakan masker, sarung tangan, hingga membawa cairan pencuci tangan. Hanya saja, kekhawatiran tertular corona tidak bisa hilang.

“Tetap saja mau berangkat atau pulang ngeri. Udah di kantor aja gue selalu pakai masker sama sarung tangan,” kata Della.

Di sisi lain, Dini menambahkan sebagai pencegahan Covid-19, ia terpaksa merogoh kocek lebih dalam karena harus beralih moda transportasi dari TransJakarta menjadi ojek online (ojol). Dini khawatir tertular virus corona jika menggunakan transportasi massal.

“Kalau sekarang jadinya enggak mau naik transportasi umum dulu,” kata Dini. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait