Diduga Ada Pertambangan Bauksit Ilegal di Tanjungpinang

Metrobatam.com, Tanjungpinang – PT Telaga Bintan Jaya (TBJ) diduga melakukan pengerukan biji bauksit, di Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang.

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) No 10 Tahun 2014 yang ada menyembutkan Kota Tanjungpinang sebagai kawasan pertambangan.

Secara garis besar di dalam Perda tersebut mengatur bahwa Kota Tanjungpinang sebagai kawasan lindung Kota yang secara ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah Kota.

Selain itu, dalam RTRW tersebut juga menyebutkan bahwa Kota Tanjungpinang kawasan budaya Kota artinya kawasan di Wilayah Kota yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi Sumber daya alam, Sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Bacaan Lainnya

Menangapi hal ini, Kepala Seksi (Kasi) Penyuluhan Energi Dinas ESDM Provinsi Kepri, Masiswanto membenarkan bahwa Izin pertambangan yang ada di Kota Tanjungpinang sekarang ini hanya dimiliki oleh  PT. TBJ.

“WIUPnya di wilayah Sungai Carang, Kelurahan Air Raja seluas 41,8 hektare, selain itu tidak ada,” ungkap Masiswanto, Sabtu (6/8/2020).

Terkait izin yang digunakan pada aktivitas pengerukan bauksit yang terjadi di wilayah Kelurahan Batu Sembilan belum lama ini yang dilakukan pihak tertentu, Masiswanto juga mengaku tidak tahu menahu soal adanya aktivitas pengerukan bauksit di wilayah itu.

Ia pun memastikan, di wilayah tersebut saat ini tidak ada izin untuk aktivitas tambang.

Terkait hal ini Masiswanto mengatakan, akan berkoordinasi dengan Inspektur Tambang Kepri, karena wewenang pengawasan ada di Inspektur Tambang.

Masiswanto menyarankan agar aktifitas ini dapat dilaporkan ke Kementrian Hukum dan HAM dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

“Karena dalam rapat yang saya hadiri di Jakarta beberapa waktu lalu, terkait aktivitas tambang sekarang ini tidak bisa main main,” tutupnya.

Sementara itu, didalam Pasal 35 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berbunyi:

“Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.”

Bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan sanksi pidana sesuai bunyi ketentuan Pasal 158 Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berbunyi:

Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 17 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) berbunyi:

(1) Setiap orang dilarang:
a. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;

b. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri;

c. mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin;
d. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin; dan/atau

e. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.
bagi barang siapa yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan sanksi pidana sebagai berikut:

Pasal 89 ayat (1) UU P3H berbunyi

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 89 ayat (2) UU P3H berbunyi

(2) Korporasi yang:
a. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 90 UU P3H berbunyi:

(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin.

(rajib)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *