Pengusaha Keluhkan Tingginya Ongkos Logistik di Batam

Aktivitas di Pelabuhan Barang Batuampar, Batam beberapa waktu lalu. (Batam Pos/JawaPos.com)

Metrobatam.com, Batam – Pengusaha mengeluhkan tingginya biaya logistik salah satunya pengiriman melalui kontainer di Batam, Kepulauan Riau. Bahkan, biaya logistik di Batam terpaut 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di Jakarta.

Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk Abidin Hasibuan mengaku tingginya biasa logistik tersebut sangat membebani dunia usaha, khususnya yang memiliki orientasi ekspor. Sat Nusapersada sendiri bergerak di bidang industri perakitan elektronik.

“Kami simulasikan, sebagai perbandingan pengiriman Batam ke Hong Kong via Singapura, kontainer (ukuran) 20 feet itu sebesar US$800 dengan perjalanan 3 hari. Kalau kami bandingkan Jakarta-Hong Kong 6-7 hari perjalan hanya US$450 artinya itu lebih murah Jakarta-Hong Kong 50 persen,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (27/8).

Ia telah menyampaikan keluhan tersebut secara langsung kepada Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden ketika mengunjungi pabriknya didampingi oleh Airlangga Hartarto yang masih menjabat Menteri Perindustrian.

Bacaan Lainnya

Kala itu, kata dia, Jusuf Kalla menyambut positif keluhannya serta menjanjikan perubahan dalam kurun waktu satu hingga dua bulan. Namun, hingga saat ini belum terjadi perbaikan pada tarif logistik di Batam.

“Sampai sekarang hampir 2 tahun ganti pemerintah, memang ada follow up, Pelindo II sudah masuk tapi responsnya belum ada. Mungkin Pak Rudi (Kepala BP Batam Muhammad Rudi) sudah bosan saya komplain terus, janji beliau September ini, mudah-mudahan bulan depan ada realisasinya,” imbuhnya.

Menurutnya, tingginya biaya logistik ini menjadi sentimen negatif bagi investor yang hendak masuk ke Indonesia. Ia mengungkapkan terdapat investor yang mulanya berniat menanamkan modal hingga US$1 miliar. Namun, niatnya urung lantaran pertimbangan biaya logistik yang mahal.

“Mereka akhirnya larinya ke Vietnam, sebagian ke India. Di Batam ada (investasi) tapi tidak besar,” paparnya.

Kendala tersebut diamini oleh Rudi. Ia mengakui biaya logistik di Batam cukup mahal dibandingkan dengan wilayah sejenis. Selain biaya logistik, tantangan investasi di Batam juga datang dari sisi fasilitas pelabuhan.

“Untuk fasilitas kami sudah melakukan MoU dengan Pelindo II tapi progres belum menunjukkan perkembangan yang signifikan,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono juga mengakui jika biaya logistik merupakan permasalahan klasik yang belum diuraikan. Ia pun berjanji untuk segera menyelesaikan hambatan tersebut guna mendorong investasi di Batam.

“Ini kami betul-betul diingatkan lagi masalah mendasar yang akan jadi pertimbangan investor ketika akan mulai melakukan investasi,” ujarnya.

Pengembangan Kawasan Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang (BBKT)

Dalam kesempatan itu, Susiwijono mengatakan pemerintah tengah menyusun masterplan percepatan pengembangan Kawasan Batam, Bintan, Karimun, dan Tanjungpinang (BBKT). Tujuannya untuk mendorong pertumbuhan investasi salah satunya melalui Batam.

Tujuan pemerintah adalah mengembangkan kawasan BBKT sebagai hub logistik internasional untuk mendukung pengembangan industri, perdagangan, maritim, dan pariwisata Indonesia.

“Desainnya, masing-masing pulau memiliki core business (inti bisnis) yang terintegrasi dan saling mendukung untuk meningkatkan daya saing kawasan BBKT,” kata Susiwijono yang juga menjabat sebagai sebagai Ketua Tim Teknis Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (KPBPB).

Ia mengatakan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi kawasan BBKT sebesar 5,8 persen pada 2021-2025. Untuk mencapai target tersebut, maka dibutuhkan rata-rata investasi tahunan sebesar Rp75 triliun. Porsinya, Batam 73 persen, Bintan 13 persen, Tanjungpinang 11 persen, dan Karimun 3 persen.

Dengan komposisi investasi bersumber dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 52 persen dan Penanaman Modal Asing (PMA) 43 persen, dan belanja pemerintah 5 persen.

Salah satu strategi untuk mencapai target investasi tersebut, lanjutnya, melalui pembentukan dua Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, yakni KEK Nongsa dan KEK Batam Aero technic. Dua KEK itu memiliki berbagai insentif seperti tax holiday, pembebasan bea masuk, dan kemudahan berusaha lainnya.

“KEK Nongsa memiliki dengan nilai investasi Rp16 triliun dan KEK Batam Aero technic dengan nilai investasi Rp6,2 triliun,” ujarnya.

sumber: cnnindonesia

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *