Langgar Etik, Bawaslu Berhentikan 20 Penyelenggara Pemilu Ad Hoc

Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dalam kegiatan peresmian kampung pengawas antipolitik uang di Tanjung Pinang, Sabtu (24/10/2020)/ foto: Nurisman (Humas Bawaslu RI).

Jakarta (Metrobatam.com) – Bawaslu telah memberhentikan 20 penyelenggara pemilu Ad Hoc yang terbukti melanggar kode etik selama tahun 2020. Sedangkan 23 penyelenggara diberikan peringatan, 7 peringatan keras, 52 rehabilitasi dan penerusan atau pembinaan lainnya.

Hal itu dikatakan oleh Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dalam webinar nasional Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), di Jakarta, Selasa (3/11/2020).

“Ternyata di lapangan masih banyak penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Tahun ini kami menangani 113 kasus. 102 terbukti dan 11 tidak terbukti,” ungkapnya.

Alumni Fakultas Hukum, Utrecht University Belanda ini menerangkan, jenis pelanggaran yang dilakukan beragam. Sebanyak 45 kasus melanggar netralitas, 44 kasus melanggar profesionalitas, 7 kasus melanggar prinsip lainnya dan 6 kasus melanggar sumpah janji.

Bacaan Lainnya

“Beragam pelanggaran tersebut harus menjadi pelajaran bagi penyelenggara pemilu agar tidak mengulangi atau melakukan hal-hal yang tidak dibolehkan oleh aturan main,” ujarnya.

Bagja menambahkan, selama 2020 Bawaslu telah melakukan penanganan pelanggaran etik ad hoc dibeberapa provinsi. Diantaranya, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) paling banyak, terdapat 18 pelanggaran. Disusul Gorontalo 16, Maluku Utara dan Jawa Timur 13 kasus.

Penanganan pelanggaran etik pengawas Ad Hoc ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. Dalam pasal itu, Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan penanganan terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan pengawas Ad Hoc.

“Pemberian beragam sanksi kepada penyelenggara pemilu memiliki bermacam tujuan. Teguran tertulis untuk mendidik penyelenggara pemilu. Pemberhentian sementara untuk menyelamatkan proses tahapan pemilu. Sedangkan pemberhentian tetap dari jabatan sebagai cara untuk memperbaiki tata kelola institusi penyelenggara pemilu,” kata Bagja.

(Bawaslu RI)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *