METROBATAM.COM, LINGGA – Dalam waktu dekat, dua aksi unjuk rasa akan digelar secara terpisah di depan kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Syahbandar Kelas III Dabo Singkep.
Aksi tersebut merupakan bentuk protes terhadap dugaan ketidakterbukaan dan inkonsistensi kinerja pihak Syahbandar dalam proses pemberian izin berlayar dan bersandar kapal pengangkut batu bauksit milik PT Hermina Jaya di pelabuhan milik PT Telaga Bintan Jaya.
Pelabuhan tempat bersandarnya kapal tersebut diketahui masih berada di kawasan produksi terbatas, dan kuat dugaan tidak memiliki izin terminal khusus (Tersus) yang sah.
Dua kelompok masyarakat yang akan menggelar aksi tersebut adalah datang dari Ormas Himpunan Melayu Raya (Himalaya) Korwil Kabupaten Lingga yang akan dipimpin langsung oleh Zuhardi, satu lagi dari Masyarakat Peduli Kabupaten Lingga, yang di pimpin oleh Ruslan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan, Pergerakan Melayu Bersatu dijadwalkan menggelar aksi pada Senin, 26 Mei 2025. Sementara itu, Masyarakat Peduli Kabupaten Lingga akan melaksanakan aksi serupa pada Selasa, 27 Mei 2025.
Salah satu penanggung jawab aksi dari Masyarakat Peduli Kabupaten Lingga, Ruslan, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat pemberitahuan aksi kepada Polres Lingga pada hari ini, Jumat, 23 Mei 2025, sekitar pukul 14.00 WIB.
“Ini merupakan aksi kami yang ketiga. Aksi pertama gagal kami laksanakan, dan pada aksi kedua kami tidak mendapat penjelasan dari pihak Syahbandar karena kepala Syahbandar tidak berada di tempat. Sementara itu, aktivitas di pelabuhan PT Telaga Bintan Jaya terus berlangsung dua kali pengapalan pada waktu itu” ujar Ruslan.
Ia menegaskan bahwa aksi ketiga ini bertujuan menuntut Syahbandar agar tidak memberikan izin kegiatan apapun di pelabuhan tersebut sebelum semua legalitas dipenuhi.
Aksi pada Selasa mendatang rencananya akan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB dengan estimasi jumlah massa sebanyak 40 hingga 50 orang.
Situasi ini menjadi sorotan publik di Kabupaten Lingga, mengingat aktivitas pengangkutan bauksit di wilayah tersebut kerap menuai kontroversi terkait aspek legalitas dan dampaknya terhadap lingkungan maupun masyarakat sekitar.
Awalludin














