METROBATAM.COM, NATUNA-BATAM — Anggota DPRD Kota Batam Anwar Anas menyoroti kepemimpinan Bupati Natuna Cen Sui Lan-Jarmin yang mendapat banyak kritikan dalam 100 hari kepemimpinannya.
Anwar Anas mengatakan, Ibu Bupati yang kami hormati, tuan Raja Mustakim yang kami kenal, kekuasaan adalah mandat, bukan warisan. Ia datang dari suara rakyat yang berbaris rapi di bilik suara, bukan dari ruang makan keluarga atau grup percakapan pribadi.
“Karena itu, kekuasaan tak boleh dibagi ke sembarang tangan, apalagi ke tangan yang tidak pernah diuji oleh pemilu, tidak pernah berdiri di panggung debat, dan tidak pernah menerima amanat secara sah,” ujar Anwar Anas kepada Metrobatam.com, Ahad, 1 Juni 2024.
Hari ini publik bertanya-tanya, mengapa seorang suami bupati begitu aktif dalam urusan pemerintahan? mengapa ia ada dalam rapat-rapat OPD, dalam agenda resmi yang seharusnya steril dari intervensi informal.?
Mengapa Wakil Bupati—yang dipilih rakyat bersama Ibu Bupati sendiri—terlihat seperti tamu tak diundang dalam proses-proses penting daerah?
Dan yang paling menyakitkan: mengapa suami Ibu justru melontarkan kata-kata hinaan kepada kader kami yang sedang menjalankan fungsi kontrol sebagai legislator?
Ini bukan tentang Gerindra semata. Ini tentang demokrasi yang terluka.
“Kami percaya, seorang pemimpin harus punya dua cermin: Satu untuk melihat rakyat, dan satu lagi untuk melihat dirinya sendiri.Tapi hari-hari ini, kami tak melihat cermin itu digunakan. Kami melihat kuasa yang mulai bercampur dengan keinginan pribadi. Kami melihat panggung pemerintahan berubah menjadi pentas keluarga, di mana mereka yang tidak dipilih ikut berdiri di tengah sorotan,” sambungnya.
Ibu Bupati, kekuasaan yang Ibu emban bukan hanya milik Ibu. Ia milik rakyat. Maka jagalah. Lindungi ia dari tangan-tangan yang tidak memiliki legitimasi.
Dan kepada Tuan Raja Mustakim, Izinkan kami mengingatkan: Anda bukan pejabat daerah. Anda bukan pembuat kebijakan. Anda tidak duduk dalam struktur birokrasi. Maka mohon, jangan berjalan lebih jauh dari batas yang seharusnya.
Ketika Anda masuk ke ruang-ruang kebijakan dan merendahkan wakil rakyat, Anda bukan hanya menyakiti individu—Anda sedang mencederai tatanan demokrasi.
Jika Anda merasa punya niat baik, salurkan lewat jalur yang benar. Bukan dengan mengambil ruang yang bukan hak. Bukan dengan menghina, meremehkan, dan mencampuri tugas-tugas resmi pemerintahan yang tidak pernah Anda ikuti prosesnya secara demokratis.
Rakyat melihat, Partai-partai mencatat. Dan sejarah tidak pernah lupa. Kami ingin mengingatkan dengan hormat tapi penuh ketegasan: jangan biarkan kekuasaan menjadi panggung keluarga.
Karena begitu rakyat merasa ditinggalkan, begitu hukum dan etika ditabrak, maka kepercayaan tak akan kembali.
Natuna terlalu besar untuk dikendalikan oleh bayang-bayang kekuasaan informal. Natuna butuh pemimpin, bukan pasangan pemilik.
“Dengan segala kerendahan hati, kami minta agar Ibu dan Tuan memahami satu hal: Yang berkuasa itu negara, bukan keluarga,” tutupnya. (rdn)














