Metrobatam.com, Lingga – Jejak investigasi 2 orang wartawan terhadap proyek pembangunan jembatan di Desa Marok Kecil, Kecamatan Singkep Selatan, Kabupaten Lingga, mengungkap potret buram pengelolaan proyek infrastruktur daerah. Proyek strategis bernilai sekitar Rp 1,5 miliar yang dimulai sejak 2022 itu, hingga kini, pada Agustus 2025, terbengkalai dan meninggalkan konstruksi setengah jadi.
Berdasarkan data yang dihimpun, proyek ini dibiayai melalui tiga periode anggaran. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh dua kontraktor, CV Firman Jaya dan CV AQJ Gemilang, saat Novrizal menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Lingga.
Kronologi Mangkraknya Proyek
Tahap awal pekerjaan dimulai pada 2022, dilanjutkan tahap berikutnya di 2023. Namun, meski telah menguras anggaran miliaran rupiah, kondisi di lapangan pada Jumat (15/8/2025) menunjukkan pekerjaan terhenti. Tiang pancang berdiri tanpa kelanjutan struktur, akses jalan menuju jembatan dibiarkan rusak, dan material yang seharusnya terpasang justru tidak ditemukan di lokasi.
Temuan Awal Kejaksaan
Indikasi penyimpangan mulai mengemuka setelah Tim Kejaksaan Negeri Lingga melakukan serangkaian pemeriksaan. Mengutip pernyataan Plt. Kasi Pidsus Kejari Lingga, Adimas Haryosetyo, SH, seperti dilansir Batampos.co.id edisi Senin (11/8/2025), hasil pemeriksaan ahli konstruksi menemukan kekurangan volume dan mutu pekerjaan.
“Dari hasil pemeriksaan ahli konstruksi, ditemukan kekurangan volume dan mutu pekerjaan di lapangan,” tegas Adimas.
Kejaksaan telah memanggil berlapis pihak, mulai dari masyarakat setempat, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), hingga pelaksana proyek. Pemeriksaan juga merambah persoalan pembelian tanah timbun.
Seorang warga Desa Marok Kecil mengungkapkan kepada Metrobatam.com bahwa suaminya dipanggil dua kali untuk dimintai keterangan terkait penjualan tanah timbun. “Uang yang diterima suami saya hanya Rp 1,5 juta, tapi harus dua kali ke Kejaksaan,” ujarnya.
Fakta bahwa proyek ini dilakukan bertahap dalam tiga tahun anggaran menjadi sorotan. Pola seperti ini sering dimanfaatkan untuk membagi proyek besar menjadi beberapa paket, sehingga rawan pengaturan pemenang tender dan manipulasi progres fisik. Ditambah lagi, hasil pemeriksaan ahli yang menyebut adanya kekurangan volume mengindikasikan bahwa pencairan anggaran tidak sepenuhnya sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan.
Diamnya Pihak PUPR dan Kontraktor
Hingga berita ini tayang, pihak Dinas PUPR Kabupaten Lingga maupun kontraktor pelaksana belum memberikan pernyataan resmi. Sementara itu, Kejaksaan Negeri Lingga memastikan proses penyelidikan akan terus berjalan, dan tidak menutup kemungkinan penetapan tersangka jika bukti dan alat bukti telah mencukupi.
Proyek ini kini menjadi simbol ironi: infrastruktur yang seharusnya menghubungkan dan mempermudah warga, justru menjadi saksi bisu dari dugaan permainan anggaran dan lemahnya pengawasan.
Awalludin.














