Sidang Pelangsiran BBM Bersubsidi di Batam: Modus Pakai Barcode Ganda

Para saksi dihadirkan memberikan keterangan perkara terdakwa Andi Martua Pangaribuan (ist).

METROBATAM.COM, BATAM — Praktik pelangsiran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali disorot dalam persidangan di Pengadilan Negeri Batam, Jaksa membeberkan modus pelaku menggunakan satu mobil dengan banyak barcode untuk membeli pertalite secara berulang hingga melampaui batas wajar.

Dalam dakwaan jaksa, pada 26 Mei 2025, terdakwa membeli 520 liter pertalite dalam sehari dengan kendaraan Suzuki Carry oranye berpelat BP 1652 BC. Pembelian dilakukan 13 kali—pagi enam kali, sore enam kali, dan satu kali tambahan dengan memanfaatkan barcode subsidi berbeda untuk satu mobil yang sama. Total nilai pembelian mencapai Rp 5,2 juta.

“Pertalite dipindahkan ke jeriken dan botol air mineral bekas, kemudian dijual Rp 16 ribu per botol,” ujar jaksa penuntut umum Aditya Syaummil dalam persidangan.

Barang bukti berupa 346 botol pertalite dikemas ulang dalam botol 1,5 liter. Namun hingga ditangkap, terdakwa baru sempat menjual 73 botol.

Bacaan Lainnya

“Keuntungan yang diperoleh hanya sekitar Rp 73 ribu, tetapi dilakukan berulang dan menyalahi aturan distribusi BBM bersubsidi,” kata Aditya.

Pertamini Ilegal dan Celah Barcode Subsidi

Saksi dari Pertamina Niaga menyebut, perbuatan terdakwa menyalahi ketentuan pembelian BBM bersubsidi. Sesuai aturan, satu barcode hanya berlaku untuk satu kendaraan dengan batas maksimal 120 liter per hari. Namun terdakwa menyiasatinya dengan menggunakan banyak barcode berbeda.

“Seluruh pertamini di Batam itu ilegal,” kata saksi dari Pertamina menegaskan di ruang sidang, Selasa (

Hal ini diperkuat keterangan saksi dari SPBU 14.294.737 (PT Norista Laksana Semesta) yang menyebut terdakwa mengisi BBM secara berulang menggunakan kendaraan yang sama, namun berganti barcode tiap kali.

“Pagi enam kali dan sore enam kali,” ujarnya.

Dari kendaraan terdakwa, polisi menemukan jeriken berisi 32 liter pertalite. Hasil uji laboratorium Integrated Terminal Pertamina Tanjung Uban menunjukkan barang bukti memiliki RON 90,7, mengonfirmasi bahwa cairan tersebut adalah pertalite.

Jaksa menegaskan, terdakwa tidak memiliki izin niaga maupun distribusi, serta bukan agen resmi Pertamina.

Pasal Berat Menanti

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. (Nkson).

Pos terkait