Survei: Guru Muslim Punya Opini Intoleran dan Radikal Tinggi

Metrobatam, Jakarta – Hasil survei terbaru dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), UIN Jakarta, menemukan bahwa mayoritas guru beragama Islam di Indonesia memiliki opini intoleran dan radikal yang tinggi.

“Guru di Indonesia dari TK/RA hingga SMA/MA memiliki opini intoleran dan opini radikal yang tinggi,” kata Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta, Saiful Umam saat memaparkan hasil survei lembaganya di Jakarta.

Dalam survei ini PPIM mengambil sampel 2.237 guru muslim. Mereka terdiri dari guru TK, Raudatul Athfal, SD, Madrasah Ibtidaiyah (MI), SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTS), SMA, dan Madrasah Aliyah (MA) di Indonesia.

Dari jumlah tersebut, PPIM menemukan sebanyak 10,01 persen guru muslim punya opini sangat intoleran secara implisit dan 53,06 persen memiliki opini yang intoleran secara implisit. Selain itu, 6,03 persen guru muslim memiliki opini sangat intoleran dan 50,87 persen guru memiliki opini intoleran secara eksplisit.

Bacaan Lainnya

“Jadi yang [opini] eksplisit lebih kecil daripada yang [opini] implisit dalam hal opini intoleran. Tapi kedua-duanya kita bisa melihat persentasenya sudah di atas 50 persen,” ujar Saiful.

Saiful berkata temuan opini sangat intoleran dan intoleran itu berdasarkan sejumlah pertanyaan yang diajukan ke para responden.

Beberapa pertanyaan yang diajukan di antaranya seperti: ‘Apakah bapak/ibu setuju atau tidak setuju jika tetangga yang berbeda agama boleh mengadakan acara keagamaan di kediaman mereka’. Atau pertanyaan lain seperti: ‘Apakah setuju jika nonmuslim boleh mendirikan sekolah berbasis agama di sekitar mereka’.

“Jadi ada beberapa pertanyaan yang kita gunakan untuk mengukur opini intoleran. Karena sifatnya opini maka kita bertanya soal setuju atau tidak setuju,” ujar Saiful.

Untuk opini radikal, PPIM menemukan ada 2,58 persen guru memiliki opini yang sangat radikal secara implisit dan 11,70 persen guru memiliki opini yang radikal secara implisit.

Selain itu, 5,95 persen guru memiliki opini yang sangat radikal secara eksplisit dan 40,14 persen guru memiliki opini yang radikal secara eksplisit.

Opini intoleran dan radikal itu menurun saat para responden ditanya intensi aksi atau keinginan untuk melakukan aksi intoleran dan radikal.

Untuk intensi aksi intoleran, survei PPIM mencatat hanya 4,56 persen guru muslim yang akan melakukan aksi sangat intoleran dan 33,21 persen yang ingin melakukan aksi intoleran.

Survei PPIM dilakukan pada 6 Agustus hingga 6 September 2018. Survei ini mengambil sampel 2.237 guru muslim di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error 2,07 persen.

Dalam melakukan survei PPIM juga melakukan quality control kepada 5 persen dari total sampel. Quality control dilakukan oleh koordinator Provinsi dan Tim PPIM.

Menurut penelitian PPIM, ada tiga faktor yang menyebabkan seseorang terpapar intoleransi dan radikalisme, yaitu faktor pandangan islamis, faktor demografis, serta keterlibatan dengan ormas dan sumber pengetahuan keislaman.

“Islamisme berbeda dengan Islam. Islamisme itu pandangan sendiri. Pandangan islamis punya kontribusi pada opini dan intensi aksi intoleran guru. Juga punya kontribusi pada opini dan intensi aksi radikal,” ujar Saiful.

Untuk faktor demografis, PPIM membaginya ke dalam kategori jenis kelamin, sekolah atau madrasah, negeri atau swasta, profil guru, penghasilan, dan usia guru.

Survei PPIM menemukan dari segi demografis itu, guru perempuan memiliki opini intoleran yang lebih tinggi pada pemeluk agama lain dibandingkan dengan guru laki laki. Guru perempuan juga memiliki opini dan intensi-aksi radikal yang lebih tinggi dibanding guru laki-laki.

Selain itu, guru madrasah memiliki opini lebih intoleran pada agama lain dibandingkan guru sekolah. Guru sekolah atau madrasah swasta juga lebih intoleran dan radikal dalam hal opini dibandingkan dengan guru sekolah atau madrasah negeri di Indonesia.

“Penjelasannya mungkin karena madrasah ini homogen, guru tidak ketemu murid non-Islam, tidak ketemu guru nonmuslim, dan mungkin di perkampungannya juga tidak ada yang nonmuslim akhirnya persepsi, opini mereka terhadap nonmuslim cenderung intoleran,” kata Saiful. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait