Analisis: Bara Api di Polsek Ciracas Mengancam Sinergitas TNI-Polri

Metrobatam, Jakarta – Proses penegakan hukum yang jauh api dari panggang diduga kuat melatarbelakangi insiden perusakan dan pembakaran di Markas Polsek Ciracas, Jakarta Timur pada Rabu (12/12) dini hari.

Sejumlah oknum TNI diduga menjadi aktor aksi pembakaran. Dugaan ini muncul lantaran pengakuan sejumlah saksi, bahwa pelaku perusakan berciri-ciri badan tegap dan rambut pendek atau cepak.

Peristiwa pengeroyokan seorang anggota TNI Angkatan Laut oleh sekelompok juru parkir di kawasan Cibubur, Jakarta Timur yang terjadi sehari sebelumnya pun menguatkan dugaan ini.

Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Aziz mengamini dugaan itu. Dia menduga pelaku pembakaran adalah mereka yang tidak puas karena jajaran Polsek Ciracas belum berhasil menangkap seluruh pelaku pengeroyokan itu.

Bacaan Lainnya

“Itu massa yang kurang puas atas penanganan kasus yang terjadi sehari sebelumnya,” kata Idham, Rabu (12/12).

TNI sendiri telah angkat bicara terkait dugaan itu. Kepala Penerangan Kodam Jaya/Jayakarta Kolonel Infanteri Kristomei Sianturi menegaskan pihaknya akan memproses sesuai aturan hukum yang berlaku apabila ditemukan anggota TNI yang terlibat aksi pembakaran Mapolsek Ciracas.

Menurutnya, keputusan itu berdasarkan instruksi langsung dari Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal TNI Joni Supriyanto.

“Bila memang ada anggota Kodam Jaya yang terlibat pasti akan kita proses sesuai aturan dan hukum yang berlaku,” kata Kristomei dalam keterangan resminya, Rabu (12/12).

Dugaan keterlibatan oknum anggota TNI dalam perusakan dan pembakaran Mapolsek Ciracas ini pun dinilai berpotensi merusak sinergitas antara TNI dan Polri yang beberapa waktu terakhir diupayakan lewat dua pucuk pimpinannya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Sinergitas antara TNI dan Polri lantang digaungkan sejak Hadi menjabat Panglima TNI. Foto-foto keakraban Hadi, Tito, dan kepala staf tiga matra di bawah TNI pun terpajang hampir di seluruh markas kepolisian.

Bahkan poin sinergitas TNI dan Polri kerap menjadi hal yang ditekankan dalam pernyataan-pernyataan pemimpin dua institusi itu.

Sebelum sinergitas itu kencang dipublikasikan, hubungan antara TNI dan Polri beberapa kali sempat ‘memanas’ usai kargo berisi 280 pucuk senjata Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 mm dan amunisi RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 mm pesanan Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri ditahan TNI karena tidak memiliki rekomendasi Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, akhir September 2017 silam.

Kejadian penyitaan pucuk senjata itu belum menghitung beberapa insiden bentrok sebelumnya. Di berbagai daerah, para aparat dari dua institusi yang dulunya pernah berada dalam satu naungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) itu kerap terlibat bentrok, bahkan ‘perang’.

Karenanya insiden rusuh di Mapolsek Ciracas bisa memicu hubungan korps seragam loreng dan cokelat kembali memanas di waktu-waktu mendatang.

Ketua Bidang Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arif Yogiawan mengamini potensi rusaknya sinergitas antara TNI dan Polri pascainsiden pembakaran Mapolsek Ciracas. Menurutnya, kerusakan itu bisa terjadi bila Hadi dan Tito menyikapinya dengan emosional.

“Tentu bisa merusak. Itu bisa merusak kalau disikapi secara emosional oleh kedua belah pihak,” kata Arif kepada CNNIndonesia.com, di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis (13/12).

Menurutnya, Hadi dan Tito harus segera menyikapi insiden pembakaran Mapolsek Ciracas lewat dialog guna meredam emosi di jajaran tingkat bawah masing-masing institusi. Arif berkata, dampak insiden pembakaran Mapolsek Ciracas berpotensi meluas dan menjadi konflik berkepanjangan antara TNI dan Polri.

Dia mengambil contoh konflik antara dua kelompok yang diawali karena perbedaan kepentingan. Menurutnya, konflik itu dapat meluas hingga mengganggu hubungan antarindividu dalam dua kelompok terkait karena konflik yang terjadi melahirkan pandangan stereotip tentang individu dari kelompok ‘berseberangan’.

Arif berkata, hal ini juga berpotensi terjadi dalam upaya sinergitas TNI dan Polri yang terus diupayakan selama ini.

“Jadi yang dibutuhkan adalah dua pucuk pimpinan ini tidak emosional, dia harus bisa meredam emosi di level bawah dan harus mengedepankan upaya dialog,” ucapnya.

Sinergi Tak Sekadar Foto Bersama

Sementara itu pengamat hukum Umar Husein mengatakan sinergitas antara TNI dan Polri tak bisa dibangun hanya sekadar dengan memajang foto Hadi dan Tito di hampir seluruh markas kepolisian.

Dia menuturkan insiden pembakaran Mapolsek Ciracas yang diduga dilakukan oknum anggota TNI hanya salah satu pemicu yang berpotensi merusak sinergitas antara TNI dan Polri.

Menurutnya, setumpuk pemicu rusaknya sinergitas antara TNI dan Polri sudah ada sejak lama dan belum berhasil diselesaikan di era kepemimpinan Hadi di TNI dan Tito di Polri.

“Kalau cuma semboyan enggak bisa. Gambar, poster salaman tidak bisa, apalagi di ruangan tidak menyelesaikan,” kata Umar saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (13/12).

Dia menerangkan, menyinergikan TNI dan Polri dalam satu bingkai tidak mudah, karena dua instutisi tersebut berangkat dari latar belakang yang berbeda.

Umar berkata, beragam hal kerap membuat upaya menyinergikan TNI dan Polri sulit terwujud, seperti terkait kesejahteraan personel dan keistimewaan satuan yang berbeda.

Menurutnya, Hadi dan Tito seharusnya mencairkan dua hal tersebut lebih dahulu sebelum berbicara peningkatan sinergitas TNI dan Polri. “Itu yang semestinya dicairkan, baru lebih mudah menyatukan dalam satu visi bersama kebangsaan,” tuturnya.

Dia melanjutkan, upaya menyinergikan TNI dan Polri juga harus diawali dengan kajian-kajian terkait sosial, ekonomi, dan psikologis untuk menemukan ‘jurang’ yang memisahkan dua institusi itu selama ini.

Setelah itu, kata Umar, masing-masing pemimpin institusi juga harus bergerak membuat program kerja bersama agar masing-masing anggota TNI dan Polri merasa satu saudara.

Tito dan Hadi, menurutnya, dapat mempelajari hal tersebut dari insiden pembakaran Mapolsek Ciracas yang diduga melibatkan oknum anggota dari tiga matra TNI. “Ciracas itu kan korban Angkatan Laut, tapi yang bakar kan bukan angkatan laut, kenapa semua bisa ikut (tiga matra),” katanya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Brigadir Jenderal Mohammad Iqbal membantah potensi rusaknya sinergitas TNI dan Polri yang selama ini telah dibangun. Dia menegaskan sinergitas antara TNI dan tidak akan goyah akibat insiden pembakaran Mapolsek Ciracas.

“Polri dan TNI tetap solid untuk menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ucap Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/12). (mb/cnn indonesia)

Pos terkait