Dana Riset RI Rp 35 T, Sri Mulyani: Diecer-ecer Ke 45 K/L

Metrobatam, Jakarta – Pemerintah menganggap kegiatan riset di Indonesia sudah sangat penting dan mendesak dilakukan. Riset dan development (R&D) penting bagi perekonomian Indonesia ke depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dana riset pada APBN tahun anggaran 2019 dialokasikan sebesar Rp 35,7 riliun. Hanya saja, hal tersebut tersebar ke 45 kementerian/lembaga (K/L).

“Dari sisi APBN dana riset Rp 35,7 triliun itu dialokasikan untuk 45 K/L,” kata Sri Mulyani di Soehana Hall The Energy Building, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Sri Mulyani menyadari, banyak para peneliti yang mengeluhkan bahwa anggaran yang disediakan pemerintah masih belum maksimal untuk urusan R&D. Apalagi jika dilihat dari anggaran pendidikan yang diwajibkan sebesar 20% dari APBN.

Bacaan Lainnya

Untuk tahun 2019, Dia bilang, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp 429,5 triliun. Sehingga, masih banyak peneliti yang merasakan alokasi dana riset masih belum cukup besar.

“Kok kecil amat? atau 400 sekian itu untuk apa saja, kok kita nggak merasa, kalau bahasa Pak Presiden kok nggak nendang,” ujar dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan bahwa belum terasanya dana riset karena dari total alokasi diberikan kembali kepada 45 K/L.

“Jadi ya diecer-ecer banyak. Makanya tidak terasa,” tegas dia.

Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap ke depan ekosistem R&D bisa dibangun lebih baik mulai dari tata kelolanya hingga akuntabel. Pasalnya, riset merupakan investasi yang bisa dimanfaatkan ke depannya.

“Inilah yang sekarang di dalam konteks indonesia dengan anggaran tadi kita dihadapkan desain tata kelolanya,” ungkap dia.

Peran Swasta Rendah

Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa peran swasta dalam pendanaan riset and development (R&D) masih rendah. Program R&D di tanah air masih ditopang oleh pemerintah. Pada APBN 2019, Sri Mulyani bilang anggaran R&D dialokasikan sebesar Rp 35,7 triliun dan disebar kepada 45 kementerian/lembaga (K/L).

“Kontribusi penelitian masih didominasi pemerintah, 66% dari total belanja penelitian itu dari pemerintah, peranan swasta hanya 10%,” jelas Sri Mulyani.

Kontribusi pemerintah dan swasta terhadap anggaran R&D di tanah air berbeda jika dibandingkan dengan negara-negara yang tergabung dalam OECD. Sri Mulyani bilang, peran swasta di negara OECD terhadap dana penelitian sebesar 70%.

Menurut Sri Mulyani, kurangnya peran swasta juga dikarenakan alasan klasik yaitu masalah insentif yang diberikan pemerintah terhadap swasta yang terlibat dalam R&D.

“Dominasi pemerintah atau kurang partisipasi swasta, paling mudah bilangnya tidak ada insentif jadi pemerintah mengeluarkan deductable,” ujar dia.

Pemerintah belum lama ini menerbitkan PP Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Dalam beleid ini para swasta bisa fasilitas pajak hingga 300%.

Tidak hanya itu, Sri Mulyani juga bilang bahwa pemanfaatan dana R&D di Indonesia juga lebih besar untuk biaya operasional dibandingkan kegiatan risetnya.

Menurit dia, sekitar 47% dari total anggaran Rp 35,7 triliun digunakan untuk penelitian, sedangkan sisanya 53% untuk biaya operasional hingga belanja modal.

“Ini sesuatu yang harus kita teliti dan kaji apa yang salah, yang 53% tidak salah karena infrastruktur riset tidak ada,” ujarnya. (mb/detik)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *