Kapal KKP Dipertanyakan, DPR Dukung Penambahan Anggaran Bakamla untuk Jaga Natuna

Metrobatam, Jakarta – Komisi I DPR menyatakan akan mendukung penambahan anggaran Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk menjaga perairan Natuna dari negara lain.

“Jika [penambahan anggaran] diusulkan, kita akan dukung. Melihat risikonya, dampaknya seperti ini,” tutur Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari di Komplek DPR/MPR, Jakarta Selatan, Senin (13/1).

Pada 2019, anggaran Bakamla mencapai lebih dari Rp400 miliar. Abdul menilai perairan Natuna perlu dijaga selama 24 jam agar tidak ada pihak asing yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia itu.

Menurutnya, Indonesia sudah memiliki dasar yang kuat. Ini mengacu hukum internasional yang ditetapkan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982. Dengan itu pemerintah dinilai perlu memperkuat armada Bakamla.

Bacaan Lainnya

“Dulu-dulu mungkin tidak terlalu terasa bahwa coast guard kita, kapal-kapalnya masih dengan kemampuan yang belum sepadan dengan coast guard asing,” ujarnya.

Kendati dalam Anggaran Belanja Negara 2020 penambahan anggaran tersebut tidak dibahas, ia mengaku permasalahan Natuna jadi tantangan besar bagi Indonesia.

“Kalau kita gunakan angkatan laut enggak boleh, karena ini permasalahan coast guard. [Gunakan] Sipil bukan perang. Kalau gunakan AU (Angkatan Udara) kita yang salah,” tuturnya.

Perairan Natuna menjadi sorotan publik belakangan ini setelah setidaknya 50 kapal ikan China menerobos masuk dan memancing ikan secara ilegal di ZEE Indonesia yang terletak di perairan itu.

Meski Bakamla dan TNI sempat melakukan pengusiran, kapal-kapal asing yang dikawal coast guard dan kapal fregat China itu menolak pergi dari ZEE Indonesia.

Kapal KKP Dipertanyakan

Terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mempertanyakan terkait kapal-kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Bakamla yang terbilang kecil hingga harus mengerahkan kapal milik TNI Angkatan Laut di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 atau kawasan Natuna Utara.

Tak hanya jumlah yang sedikit, ukuran tonase kapal-kapal milik KKP dan Bakamla ini juga terbilang kecil jika dibandingkan dengan kapal coast guard milik China yang bertandang ke kawasan Natuna Utara beberapa waktu lalu.

“Ya, saya juga pertanyakan nanti kepada Menteri KKP yang baru kok bisa begitu (kapal kecil dan kurang) kita akan lihat, ya kenapa di KKP selama ini kurang kapal-kapalnya. Saya akan pertanyakan itu nanti,” kata Dasco di kompleks DPR, Jakarta, Senin (13/1).

Meski begitu Dasco belum mau berkomentar soal kemungkinan akan ada penambahan anggaran terkait kurangnya kapal-kapal milik KKP untuk Kementerian yang kini dipimpin oleh Edhy Prabowo itu.

Soal anggaran ini, kata Dasco pihaknya akan menunggu usulan yang mungkin diajukan oleh Edhy selaku menteri KKP.

“Ya itu tergantung nanti usulan dari kementerian masing-masing dan saya pikir mereka pasti tidak diam dan bekerja untuk menyusun suatu rencana jangka pendek maupun jangka panjang untuk solusi masalah di perairan ZEE kita,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Berbeda dengan KKP, Dasco justru mendukung penuh Kementerian Pertahanan dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto menambah armada kelautan TNI Angkatan Laut sekaligus menambah anggaran di Kementerian itu.

Hal ini, kata dia, dilatarbelakangi oleh persoalan pertahanan di bidang kelautan yang dia sebut cukup besar, lantaran minimnya kapal-kapal milik TNI AL jika dibandingkan dengan kapal AL negara lain.

“Kita akan dorong Kemhan untuk memperbanyak armada karena dengan wilayah yang begitu luas saya pikir perlu penambahan kapal laut,” katanya.

“Saya pribadi prinsipnya saya dukung (penambahan anggaran) demi pertahanan dan kedaulatan negara kita,” kata dia.

Konflik di Natuna mencuat sejak beberapa pekan ini setelah kapal coast guard milik China dengan kapal-kapal nelayan negara itu memasuki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di perairan Natuna.

China mengklaim wilayah tersebut masuk kawasan sembilan garis putus-putus milik mereka dan berhak atas sumber daya alam yang ada di sana.

Indonesia pun telah mengerahkan sejumlah armada KRI milik TNI AL ke wilayah ZEE ini. Namun mestinya wilayah ZEE merupakan wilayah yang harus dijaga oleh Bakamla dan kapal milik KKP. Sementara TNI harusnya berjaga di batas teritori 12 mil dari lepas pantai, bukan di wilayah ZEE yang merupakan wilayah 200 mil dari lepas pantai.

Kalau Perlu Tak Usah Utang ke China

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad utang Indonesia ke China bukan alasan pemerintah bersikap lembek dalam menegakkan kedaulatan di Laut Natuna Utara.

“Saya pikir bukan menjadi suatu alasan pemerintah tetap menegakkan kedaulatan di wilayah kita dan tidak takut hanya karena utang. Kalau perlu kita tidak usah utang kepada China,” kata dia, di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/1).

Namun, menurutnya tak ada sangkut paut antara kerjasama bisnis yang selama ini terjalin antara kedua negara atas apa yang terjadi di Natuna.

“Saya pikir tidak demikian,” kata Dasco, yang juga merupakan Wakil Ketua Partai Gerindra.

Lagi pula, lanjutnya, China mendapat keuntungan tersendiri dari pemberian utang itu. Misalnya, bunga hingga perjanjian bisnis tertentu.

Pemerintah, lanjut dia, seharusnya telah memiliki solusi jangka panjang dan bersikap lebih tegas terkait konflik perebutan wilayah ZEE di Natuna ini.

Diplomasi dan strategi juga kata Dasco pastinya telah dipersiapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, mengingat wilayah Natuna yang merupakan kawasan perikanan.

“Saya pikir Pemerintah perlu memikirkan langkah lebih tegas baik dalam tindakan diplomasi maupun strategi khusus yang kelihatannya sedang dipersiapkan oleh menteri KKP dalam rangka mengatasi masalah itu,” kata Dasco. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait