3 Tahun Raih Predikat Mentereng, Gubernur Sultra Malah Jadi Tersangka di KPK

Metrobatam, Kendari – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka dalam kasus pemberian izin pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) yang memiliki konsesi di Kabupaten Buton dan Bombana.

KPK menyebutkan, Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin usaha pertambangan nikel selama 2009 hingga 2014. Dari penerbitan izin, Nur diduga menerima uang sebesar Rp 45 miliar dari perusahaan tambang tersebut.

Status tersangka bagi Nur itu berbanding terbalik dengan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih pemerintah Provinsi Sultra dari Badan Pemeriksa Keuangan. Sultra menyandang predikat itu selama 3 tahun berturut-turut.

Berdasarkan situs resmi pemerintah Provinsi Sultra, Bahteramas News, Nur dan Wagub Saleh Lasata mendapat prestasi gemilang prestasi atas pengelolaan keuangan yang akuntabel dan penerapan pengelolaan keuangan daerah dengan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual (accrual basis).

Bacaan Lainnya

Predikat WTP terkini diserahkan Inspektorat Utama BPK RI Mahendro Sumarjo kepada Nur Alam di ruang rapat paripurna DPRD Sultra pada 10 Juni 2016.

Pemprov Sultra begitu membanggakan predikat WTP itu karena dianggap sangat istimewa. Apalagi metode penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (LKPD) berbasis akrual.

Sebelumnya hanya 4 laporan yang disajikan pemerintah. Kini berubah menjadi tujuh laporan, yakni laporan realisasi anggaran, neraca perubahan saldo anggaran lebih, laporan operasional, arus kas, perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan.

Mahendro mengapresiasi capaian kinerja itu. Tidak hanya upaya pencapaian program prioritas pembangunan, tetapi juga pada penerapan SAP berbasis akrual.

Ia juga memuji perbaikan yang telah dilakukan pemerintah terhadap sejumlah rekomendasi BPK. Dari 1.655 temuan yang direkomendasi BPK, sebagian besar telah diselesaikan.

Menurut Mahendro, laporan yang diungkap BPK atas Sultra telah mamadai dan tidak terdapat ketidakpatutan yang berpengaruh langsung maupun secara material, serta penyusunan dan perencanaannya telah memenuhi unsur sistem pengendalian intern (SPI). Hal itu meliputi unsur lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi, komunikasi dan pemantauan.

“Dari empat kriteria itu, yang telah disesuaikan dengan SPKN, BPK menyimpulkan opini WTP,” kata Mahendro.

Terkait kasus yang menjerat Nur, tim penyidik KPK melakukan penggeledahan di tujuh lokasi di Kendari, yakni kantor gubernur, rumah jabatan, rumah pribadi Nur Alam, kantor dinas pertambangan Sultra, rumah pribadi kepala dinas pertambangan Sultra dan kantor BPN Kendari dan BPN Sultra.

Di kediaman pribadi mantan Wakil Ketua DPRD periode 2004-2008 tersebut, tim KPK menggunakan lima unit mobil dan keluar sekitar pukul 20.00 Wita.

Kedatangan tim penyidik KPK ini menarik perhatian warga di sekitar rumah mantan ketua DPW PAN 3 periode.

Pada awal 2016, tim KPK telah memeriksa 29 pejabat Sultra dan pengusaha terkait kasus dugaan tindak pidan korupsi pemberian izin usaha pertambangan di Sultra.(mb/kompas)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *