Mendagri Siap Pertanggungjawabkan Status Aktif Ahok ke Jokowi

Metrobatam, Jakarta – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meyakini langkahnya tak menonaktifkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) benar. Pernyataan ini disampaikannya setelah Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyerahkan penafsiran kembali kepada Mendagri.

“Statement ketua sudah, itu urusan Mendagri. Mendagri anggap benar ya benar. Kalau saya memang benar,” kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/2).

Sebelumnya, Hatta Ali berpendapat, multitafsir status Ahok tak memerlukan fatwa MA sehingg ia meminta Kementerian Dalam Negeri mengkaji hal itu sendiri. Sebab, Kemdagri memiliki Biro Hukum yang berfungsi untuk itu.

Pernyataan Hatta Ali memang belum disampaikan dalam bentuk surat resmi. Namun, Tjahjo menyatakan dirinya siap mempertanggung jawabkan sikapnya terhadap Ahok.

Bacaan Lainnya

“Saya yakin itu saya pertanggungjawabkan kepada Presiden apa yang saya putuskan untuk belum memberhentikan,” kata mantan Sekjen PDI Perjuangan ini.

Tjahjo mengaku tetap mengedepankan keadilan. Pasalnya, selain kasus Ahok, Tjahjo juga mengaku pernah menerapkan UU Pemda itu pada kasus Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik mantan Kapolda Gorontalo, Komjen (pol) Budi Waseso.

Diketahui, Rusli Habibie didakwa dengan Pasal 317 ayat (1) dan (2) subsider Pasal 311 ayat (1) dan (2) jucto Pasal 316 tentang Fitnah dan Pencemaran Nama Baik. Lalu kemudian Pengadilan Negara Gorontalo memvonis Rusli delapan bulan penjara dalam kasus itu.

“Karena saya juga pernah memutuskan Seorang Gubenur terdakwa, ya tidak saya berhenti. Saya harus adil dong,” tegas dia.

Sebelumnya, Ahok kembali aktif menjadi Gubernur usai cuti kampanye (12/2). Aktifnya Ahok memicu pro dan kontra. Tjahjo bahkan dilaporkan ACTA ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena mengaktifkan Ahok.

Sikap itu diambil Tjahjo berdasarkan Pasal 83 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebut, kepala daerah yang didakwa dengan hukuman lima tahun penjara harus dibebastugaskan untuk sementara.

Hal ini dikarenakan Mantan Bupati Belitung Timur ini didakwa alternatif, yakni Pasal 156 dan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam pasal 156 ancaman hukuman paling lama empat tahun . Sementara itu, pasal 156a ancaman hukuman paling lama lima tahun.

Multitafsir ini membuat Tjahjo mengirimkan surat konsultasi kepada MA. Namun, Hatta mengembalikan permasalahan ini kembali kepadanya. Ia pun tak akan memaksa MA untuk mengeluarkan fatwa.(mb/cnn indonesia)

Pos terkait