Kasus e-KTP: Rp 2,3 T Kerugian Negara, 2 Tersangka dan 280 Saksi

Metrobatam, Jakarta – Kasus KTP elektronik atau e-KTP telah bergulir sejak tahun 2011. Kini kasus tersebut akan disidangkan hari ini.

Berdasarkan data yang dihimpun detikcom, Kamis (9/3), kasus e-KTP telah bergulir hampir 6 tahun hingga akhirnya disidangkan oleh PN Tipikor. Selain KPK, sebenarnya kasus ini pun pernah diusut oleh Polri dan Kejaksaan Agung.

Megaproyek e-KTP mulanya direncanakan senilai Rp 6,9 triliun. Kemendagri menyiapkan anggaran sebesar Rp 6 triliun di tahun 2010 untuk proyek yang direncanakan rampung pada 2012 ini.

Setelah ditenderkan, anggaran e-KTP menjadi Rp 5,9 triliun. Ada 5 korporasi yang menjadi pemenang tender di proyek ini.

Bacaan Lainnya

KPK menetapkan tersangka pertama untuk kasus e-KTP pada 22 April 2014. Tersangka pertama itu adalah eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sugiharto.

KPK baru mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp 2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan ke negara oleh 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang.

Total ada 280 orang saksi yang dipanggil KPK sebagai saksi terkait skandal e-KTP ini. KPK lalu menetapkan 1 orang lagi sebagai tersangka yakni eks Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman pada 30 September 2016.

Kasus ini dilimpahkan oleh KPK ke PN Tipikor pada 1 Maret 2017. Ada 24 ribu lembar berkas kasus dan 122 halaman dakwaan dalam kasus ini.

PN Tipikor dijadwalkan menyidangkan kasus ini pada pukul 09.00 WIB pagi ini. Akan ada sejumlah nama besar yang disebutkan dalam dakwaan nantinya.

Jalani Sidang Perdana
Dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, hari ini, Kamis (9/3). Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang dalam pengadaan proyek KTP elektronik (e-KTP) pada 2011-2012.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, dugaan penyimpangan terkait pengadaan proyek e-KTP berlangsung dalam tiga tahapan. Pertama yakni proses perencanaan yang berawal dari pertemuan-pertemuan informal di luar rapat pembahasan anggaran. Kemudian saat proses pembahasan yang melibatkan Kemendagri, DPR, maupun pihak swasta. Hingga tahap akhir yakni proses pengadaan itu sendiri.

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dengan nilai proyek mencapai Rp6 triliun. Diduga pelaksanaan tender dalam pengadaan proyek tersebut penuh kecurangan.

Jika ditelusuri ke belakang, penanganan kasus dugaan korupsi e-KTP bisa dibilang memakan waktu tak sebentar. Sugiharto, pejabat pembuat komitmen proyek e-KTP Kemendagri, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak April 2014. Lembaga anti rasuah kemudian menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sebagai tersangka pada September 2016.

Adapun 280 saksi telah diperiksa, mulai dari mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi hingga anggota Komisi II DPR RI. Namun penetapan tersangka seolah terhenti pada dua mantan pejabat Kemendagri tersebut. Padahal hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp2,3 triliun. Penggelembungan anggaran hingga suap dari proyek tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak, termasuk pada anggota DPR.

KPK memastikan sejumlah nama besar turut disebutkan dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum hari ini. Nama penerima aliran dana secara jelas disebutkan, lengkap dengan jumlah uang yang diterima. 14 anggota DPR, termasuk kedua tersangka disebut telah mengembalikan aliran dana ke KPK.

Meski demikian, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menegaskan, pengembalian aliran dana tak lantas menghilangkan unsur pidana dari pihak yang mengembalikan uang. KPK menjamin akan mengusut keterlibatan pihak lain sembari menunggu fakta yang muncul di persidangan.

“Kami pasti akan memproses pihak-pihak lain sepanjang bukti yang berkaitan memenuhi,” ucap Febri.(mb/detik/cnn indonesia)

Pos terkait