Metrobatam.com, Lingga – Penerapan kebijakan pajak 10 persen oleh pemerintah daerah Kabupaten Lingga menuai polemik dan keluhan dari berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya dirasakan oleh para pelaku usaha, masyarakat sebagai konsumen pun turut mengeluhkan dampak langsung dari kebijakan tersebut.
Salah seorang konsumen berinisial YR mengungkapkan keluhannya saat ditemui di salah satu warung makan di pusat kota Dabo Singkep, Kamis (07/08/2025).
Ia menyatakan bahwa harga makanan yang biasa dibelinya kini mengalami kenaikan yang cukup signifikan akibat pajak tersebut.
“Kami sebagai masyarakat kecil merasa semakin berat. Harga makanan naik, sementara pendapatan tetap. Mau tidak mau kami harus mengurangi frekuensi makan di luar,” ujar YR.
Tak hanya konsumen, para pelaku usaha rumah makan pun merasakan tekanan besar akibat kebijakan pajak ini. Seorang pemilik warung makan yang berinisial YN mengaku bahwa sejak diberlakukannya pajak 10 persen, omset penjualannya mengalami penurunan cukup drastis.
“Dulu kami jual per bungkus Rp25.000, sekarang harus naik jadi Rp28.000 karena kami terbebani pajak. Untung bersih dari satu bungkus itu tidak sampai Rp4.000. Harga bahan pokok juga terus naik,” jelas YN.
Lebih lanjut, YN mengungkapkan bahwa setiap bulannya ia harus menyetor pajak kepada pemerintah daerah sebesar Rp5 juta hingga Rp6 juta. Jika diakumulasi selama setahun, jumlah setoran pajak tersebut mencapai lebih dari Rp60 juta.
“Dengan kondisi ekonomi seperti ini, beban tersebut sangat berat bagi kami pelaku usaha kecil. Kami berharap ada solusi atau keringanan dari pemerintah daerah,” tutupnya.
Kebijakan ini memunculkan pertanyaan besar dari masyarakat terkait keberpihakan pemerintah terhadap kondisi ekonomi rakyat kecil dan UMKM. Banyak pihak berharap agar kebijakan pajak ini dapat dievaluasi kembali, demi menjaga keberlangsungan usaha kecil dan daya beli masyarakat di tengah tantangan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Awalludin














